BANDA ACEH – Keberadaan dan pengelolaan dana Otsus di Papua ternyata tak jauh berbeda dengan di Aceh.
Hal ini terungkap dalam diskusi tentang rekonsiliasi nasional dan pembangunan berkeadilan yang dilaksanakan oleh Himpunan Mahasiswa Prodi Sejarah Kebudayaan Islam (HMP SKI) Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry, Aula Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Kamis 19 September 2019.
Diskusi tersebut turut menghadirkan tiga narasumber yakni Drs. T. Sulaiman Badai selaku mantan ketua DPP Koniry, Daska Aziz, M.Pd selaku dosen FKIP Unsyiah dan juga mantan wakil bupati Aceh Selatan.
Disamping itu, turut menghadirkan Ade Yuspani selaku ketua Himpunan Mahasiswa Papua-Aceh.
“Dana otonomi yang diberikan oleh pemerintah selama ini tidak semuanya dinikmati oleh masyarakat Papua, bahkan banyak sekali posisi strategis di Papua di isi orang-orang di luar Papua,” kata Ade Yuspani.
Ade Yuspani yang juga mahasiswa Ilmu Pemerintahan Unsyiah, dalam diskusi tersebut juga menyampaikan perihal terkait masyarakat Papua dan nasionalisme Indonesia.
Menurutnya, masyarakat Papua tidak menginginkan pisah diri dari NKRI. Namun diskriminasi dan ketidakadilan terhadap rakyat Papua, menyebabkan munculnya dinamika panas antar daerah dan Pemerintah Pusat.
“Seandainya saja, pemerintah pusat berlaku adil terhadap rakyat Papua dalam berbagai hal, baik pembangunan fisik maupun pembangunan SDM, maka rakyat Papua tidak pernah meminta referendum untuk memisahkan diri dari Indonesia,” kata Ade.
Sementara itu, mantan aktivis referendum Aceh yang juga dosen FKIP Unsyiah, Daska Aziz M.Pd, meminta mahasiswa asal Papua untuk terus belajar ke jenjang yang lebih tinggi, dari sarjana hingga doctoral atau S3.
“Baik dalam negeri maupun di luar negeri dan setelah menyelesaikan studinya, diharapkan langsung pulang ke tempat asal untuk mengambil peran dalam pembangunan Papua yang berkeadilan,” kata Daska yang juga mantan wakil bupati Aceh Selatan ini.
“Dengan harapan warga Papua sendiri yang memajukan tanah Papua dan Indonesia raya demi menuju Indonesia maju 2045.
Di samping itu diharapkan kepada mahasiswa dan elemen sipil masyarakat Papua untuk menjalin komunikasi dan konsolidasi dengan masyarakat di luar Papua, dan mendorong dan mengawal menyangkut dengan sembilan tawaran yang telah disahkan oleh pemerintah,” ujar Daska lagi.[]