KAWASAN itu terlihat sepi. Angin seakan berhembus pelan. Mereka seolah membelai rambut pengunjung.
Kawasan ini berada tak jauh dari Lapangan Blang Padang Kota Banda Aceh. Namun suasana yang dirasakan justru sunyi.
Hujan baru saja membasahi wilayah ini saat wartawan berkunjung ke sini, awal Mei 2023 lalu. Rerumputan dan jalan di pinggiran ini terlihat masih basah.
Hanya ada beberapa warga yang terlihat lalu lalang dengan sepeda motor. Ada plamplet besar tertulis di sana. “Komplek kompleks Makam Kandang Meuh.” Lokasinya cukup asri dan terawat. Namun tak ada pengurus yang dijumpai saat penulis di sana untuk bertanya.
Penulis datang bersama beberapa mahasiswa sejarah dan para penggiat sejarah Aceh.
“Kita sedang meneliti makam Sultan Aceh sebagai bahan mata kuliah di kampus,” ujar Muhammad Fahmi, salah seorang pengunjung di sana.
“Aceh memiliki sejarah panjang masa masa kegemilangan islam. Datang ke sini, seperti memiliki pengalaman spiritual tersendiri,” kata Nurul Hayati, pengunjung lainnya.
Beberapa pengunjung terlihat memegang kamera. Mereka memotret ke berbagai arah.
Kompleks Makam Kandang Meuh tereletak di Jalan Sultan Alauddin Mahmudsyah Nomor 12, Kelurahan Peuniti, Kecamatan Baiturrahman, Kota Banda Aceh.
Ya, komplek Makam Kandang Meuh terbagi menjadi dua lokasi. Lokasi pertama berada di sebelah kiri Gedung Juang, dekat dengan Makam Sultan Iskandar Muda, dan lokasi kedua berada di sebelah kanan Gedung Juang, dekat dengan Museum Negeri Aceh.
Konon, Kompleks Makam Kandang Meuh merupakan makam kuno bagi para raja yang pernah memerintah di Kesultanan Aceh Darussalam beserta kerabat kerjaaan dan para ulama.
Dari berbagai sumber disebutkan, Kompleks Makam Kandang Meuh ini telah ditetapkan sebagai Situs Cagar Budaya berdasarkan Surat Keputusan Nomor 014/M/1999 pada 12 Januari 1999.
Dikutip dari Kemendikbud.go.id, Kompleks Makam Kandang Meuh berstatus tanah negara dengan luas 221 m2 dan berada pada titik koordinat 5.547666° LU dan 95.320828° BT.
Dari situs yang sama disebutkan, tokoh-tokoh yang dimakamkan dalam kompleks Makam Kandang Meuh ini berdasarkan tradisi sejarah lisan dan historiografi yaitu ada (tujuh) 7 orang yaitu Sultan Aceh dari keturunan Maharaja Lela Bugis atau dalam histiriografi dikenal dengan nama Dinasti Raja Bugis Melayu (Muhammad Said, Aceh Sepanjang Abad, jilid I, 1981 hal.142-169, Waspada terbitan Medan.
Pada kompleks Makam Kandang Meuh I terdapat beberapa makam yang cukup terkenal pada masanya yaitu Pocut Muhammad dan Tuanku Pangeran Husein, dan juga beberapa tokoh ratu dan putri Sultan Aceh.
Hal tersebut dibuktikan berdasarkan tradisi lisan yang diketahui ada 6 tokoh wanita Istana Sultan Aceh yang dimakamkan di kompleks tersebut salah satu diantaranya adalah batu nisan yang dibuat cukup istimewa yaitu makam Pocut Rumoh Gedong (Meurah Limpah atau Pocut Lamseupeung) yaitu istri (permaisuri) Sultan Ibrahim ‘Alauddin Mansyur (1836-1870)Syah dengan batu nisan bersayap.
Di Kompleks Makam Kandang Meuh ini terdapat dua corak nisan, yaitu bentuk nisan pipih penataan bahu dan bentuk nisa gada segi enam. Pada bentuk nisan pipih, di bagian bawah nisan berbentuk segi empat dengan pola hias bunga lidah api.
Bagian badan makam terdapat sulur-sulur daun bunga lidah api, dan kotak-kotak segi empat bermotif belah ketupat yang saling kait mengkait serta puncak nisannya berbentuk mahkota bersusun tiga. Sedangkan pada bentuk nisa gada, di bagian bawah nisan berbentuk segi empat dengan pola hias bunga lidah api. Bagian badan nisan terdapat pola hias bunga lidah api berbentuk belah ketupat yang saling kait-mengkait serta di bagian pincak nisan terdapat kuncup bunga teratai.
Konon, di kompleks ini terdapat beberapa makam yang cukup terkenal pada masanya yaitu Pocut Muhammad dan Tuanku Pangeran Husein serta beberapa tokoh ratu dan putri Sultan Aceh.
Hal tersebut dibuktikan berdasarkan tradisi lisan yang diketahui ada 6 tokoh wanita Istana Sultan Aceh yang dimakamkan di kompleks tersebut salah satu diantaranya adalah batu nisan yang dibuat cukup istimewa yaitu makam Pocut Rumoh Gedong (Meurah Limpah atau Pocut Lamseupeung) yang merupakan permaisuri dari Sultan Ibrahim ‘Alauddin Mansyur Syah (1836-1870).

Ada dua bentuk nisan di kompleks Makam Kandang Meuh, yaitu bentuk nisan pipih penataan bahu dan bentuk nisan gada segi enam. Pada bentuk nisan pipih, di bagian bawah nisan berbentuk segi empat dengan pola hias bunga lidah api.
Bagian badan makam terdapat sulur-sulur daun bunga lidah api, dan kotak-kotak segi empat bermotif belah ketupat yang saling kait mengkait serta puncak nisannya berbentuk mahkota bersusun tiga. Sedangkan pada bentuk nisan gada, di bagian bawah nisan berbentuk segi empat dengan pola hias bunga lidah api. Bagian badan nisan terdapat pola hias bunga lidah api berbentuk belah ketupat yang saling kait-mengkait serta di bagian pincak nisan terdapat kuncup bunga teratai.
Kini, keberadaan komplek ini, selalu disinggahi oleh para pelayat yang datang dari berbagai daerah. Salah satunya termasuk para pengiat sejarah Aceh.
“Komplek makam memiliki arti penting bagi sejarah Aceh. Meski berada hampir di tengah-tengah kota, tapi tak banyak yang tahu tempat apa ini. Sementara di sisi lain, banyak turis Melayu dan warga Bugis yang berkunjung ke Aceh selalu singgah ke sini,” kata Irwan, dosen Adab UIN Ar-Raniry.
Di sisi lain, Aceh sebenarnya memiliki banyak situs Cagar Budaya.
Berdasarkan hasil riset media, disebutkan bahwa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama Kementerian Pariwisata menetapkan setidaknya 62 tempat bersejarah di Provinsi Aceh sebagai situs cagar budaya yang harus dilestarikan.
Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Aceh, Nurmatias mengatakan sebanyak 62 tempat bersejarah itu tersebar di seluruh kabupaten/kota di Aceh.
“Masih ada beberapa lokasi lain yang belum ditetapkan,” kata Nurmatias, di Banda Aceh, Senin 16 November 2020 lalu.
Nurmatias menjelaskan masih ada lokasi bersejarah lainnya di Aceh yang belum ditetapkan. “Tidak ada pula juru peliharanya,” ujarnya.
Berdasarkan data Balai Pelestarian Cagar Budaya Aceh, berikut tempat bersejarah yang telah ditetapkan sebagai situs cagar budaya:
Kota Banda Aceh
– Kompleks makam kandang Meuh
– Makam raja-raja dinasti Bugis
– Makam kandang XII
– Makam Raja Jalil
– Makam Poteumeureuhom
– Makam Syiah Kuala
– Makam Tgk Di Blang Oi
Kabupaten Aceh Besar
– Kompleks makam Meurah I, Meurah II, dan Meurah III
– Makam Raja-raja Darul Kamal
– Makam Maharajalela
– Kompleks Masjid Bung Sidom
– Bangunan Masjid dan Benteng Indrapuri
– Masjid Tengku Fakinah
– Benteng Indrapatra
– Benteng Inong Bale
– Benteng Iskandar Muda
– Benteng Kuta Lubok
– Benteng Gunung Biram
Kota Sabang
– Kompleks Bangunan Benteng Batterei A
– Makam Muhammad Daud Syah
– Benteng Anoe Itam
Kabupaten Pidie
– Kompleks Makam Putro Balee
– Makam Sultan Ma’ruf Syah
– Makam Awe Geutah
– Bangunan Masjid Poteumereuhom
– Makam Putri Sani
– Makam Daeng Mansyur
– Masjid Tgk Daud Beureueh
Kabupaten Pidie Jaya
– Masjid Madinah
– Masjid Tgk Pucok Krueng
Kabupaten Bireuen
– Makam Tun Srilanang
– Masjid Tuha Bugeng
Kabupaten Aceh Tengah
– Situs Loyang Ujung Karang
– Masjid Tua Kebayakan
– Masjid Baiturrahim
– Rumah adat Toweren
– Loyang Mendale
Kabupaten Aceh Utara
– Situs Cot Tgk Sidi Abdullah
– Makam Malikussaleh/Malikudhahir
– Makam Sultanah Nahrisyah
– Makam Sultanah Nahrisyah
– Makam Sidi Abdullah
– Makam Perdana Menteri Muhammad Yakob
– Makam Batee Balee
– Rumah Cut Meutia
– Makam Tajul Muluk
– Raja Muhammad
– Makam Raja Kanayan
– Makam Naina Hisamuddin
– Makam Said Syarif
Kabupaten Aceh Timur
– Makam Tengku Chik Peureulak
– Masjid Kuta Tualang
– Makam Sultan Ahmad Syah
Kabupaten Aceh Tamiang
– Bukit Kerang
Kabupaten Aceh Jaya
– Kompleks Makam Meureuhom Daya
Kabupaten Aceh Barat
– Masjid Gunung Klieng
– Masjid Mugo
Kabupaten Nagan Raya
– Masjid Tengku Di Kila
Kabupaten Aceh Selatan
– Situs Kompleks Makam Raja-raja Trumon
