ATJEHWATCH.COM – Kala Belanda menjajah Indonesia, Aceh merupakan salah satu daerah yang menentang serta memberikan perlawan sengit terhadap penjajahan. Peristiwa peperangan di Aceh ini, banyak meninggalkan kisah dan bukti sejarah yang hingga kini masih tertata rapi di bumi Serambi Mekkah. Salah satunya adalah Kerkhof Peucut yang kini diabadikan menjadi situs cagar budaya.
Kerkhof Peucut merupakan sebuah pemakaman di Banda Aceh yang memiliki luas sekitar 3,5 hektar. Mayoritas kuburan yang berada di pemakaman ini merupakan milik dari tentara Belanda yang tewas ketika berperang melawan rakyat Aceh. Lebih dari 2.200 serdadu Belanda dikebumikan ditempat ini, selain itu juga terdapat kuburan dari tentara Jepang, dan juga tentara pribumi yang tergabung dalam pasukan marsose dan KNIL.
Secara geografis, Kerkhof Peucut ini terletak di Desa Sukaramai, Kecamatan Baiturrahman, Banda Aceh, Provinsi Aceh. Letak dari makam ini berada tepat dibelakang Museum Tsunami Aceh. Lokasinya yang sangat strategis berada di jantung Kota Banda Aceh, menjadikan pengunjung sangat mudah untuk menemukan lokasi makam ini.
Tak ada kesan horor atau menakutkan ketika berkunjung ke Kerkhof Peucut. Banyak pengunjung yang datang ke makam ini, terutama dari wisatawan mancanegara khususnya Belanda. Selain itu, pemakaman ini juga menawarkan pesona tersendiri yang terletak pada pintu gerbang makam. Memiliki gaya arsitektur khas Belanda, disini terukir jelas daftar nama orang yang dimakamkan pada tempat ini.
Saat pengunjung tiba di pemakaman, akan disambut dengan pintu gerbang setinggi 4 meter bergaya Belanda. Pada pintu gerbang megah, yang dicat berwarna kuning dan coklat tua ini secara lengkap tertulis nama-nama yang dimakamkan di Kerkhof Peucut diurutkan sesuai tahun kematian dan diurutkan sesuai abjad.
Pada gerbang, juga terdapat semacam prasasti yang dituliskan dalam bahasa Belanda, Arab dan Jawa berbunyi “Teruntuk Kawan dan Teman yang Gugur di Medan Perang”. Pemakaman Kerkhof Peucut ini menurut berbagai sumber menjadi makam terluas bagi Belanda diluar negara mereka sendiri. Memasuki ke dalam makam, akan nampak deretan pemakaman yang mayoritas berwarna putih tertata dengan rapi.
Ketika tsunami meluluh lantahkan bumi Serambi Mekkah pada tahun 2004 lalu, makam Kerkhof Peucut ini juga terkena dampaknya. Banyak pemakaman yang mengalami kerusakan diterjang air bah, serta tak kurang dari 50 palang salib yang menjadi tanda makam hilang. Akhirnya dilakukan renovasi terhadap beberapa makam yang rusak dengan bantuan dana dari negara Belanda.
Dalam makam Kerkhof Peucut ini, pengunjung dapat menemukan hal-hal menarik seperti kisah hidup para tentara semasa hidup hingga tewas yang dituliskan secara singkat pada batu nisan makam. Selain itu, suasana makam yang dikeliling pohon-pohon rindang serta rerumputan hijau menciptakan suasana asri dan teduh.
Dari ribuan makam tentara Belanda yang dikebumikan di Kerkhof Peucut, terdapat diantaranya perwira tinggi salah satunya adalah General Majoor Johan Harmen Kohler yang dikenal tewas ketika menyerbu Aceh. Kala itu, pasukan Belanda datang menggunakan kapal dan berhasil merebut Masjid Raya Baiturrahman.
Masyarakat Aceh dengan gigih mencoba merebut kembali tempat ibadah mereka dan terjadilah peperangan sengit di sekitar Masjid Raya Baiturrahman. Pada peristiwa tersebut General Majoor Johan Harmen Kohler berhasil ditembak mati oleh pasukan Aceh. Jenazahnya lalu dibawa oleh tentara Belanda ke Tanah Abang dan dimakamkan di Kober Kebun Jahe.
Namun pada tahun 1978, makam General Majoor Johan Harmen Kohler terkena penggusuran yang akhirnya dipindahkan ke Banda Aceh. Nama Kerkhof Peucut sendiri berasal dari gabungan bahasa Belanda “Kerkhof” yang berarti halaman gereja atau kuburan. Sedangkan “Pocut” merupakan bahasa Aceh yang bisa diartikan anak kesayangan.
Selain makam para tentara Belanda, Jepang, pasukan marsose dan tentara KNIL di Kerkhof Peucut ini terdapat sebuah makam bercorak Islam yang merupakan makam milik anak dari Sultan Iskandar Muda, bernama Meurah Pupok. Konon Meurah Pupok dihukum oleh Sultan Iskandar Muda karena telah melakukan zina. Tragedi yang memilukan ini seolah memberikan sebuah tauladan betapa adil dan tegasnya Sultan Iskandar Muda dalam menegakkan nilai-nilai adat.[]