BANDA ACEH – Teungku Muhammad Yusuf A Wahab atau akrab disapa Tusop, pimpinan Dayah Babussalam Al-Aziziyah, Bireuen, mengatakan agar dalam pembangunan itu harus memikirkan kecocokan untuk ummat Islam dan nyaman dihuni oleh nonmuslim.
Tusop mengatakan bahwa semua pihak harus bersatu dalam membangun negeri ini.
“Saya tidak setuju kita mengangkat-angkat dayah dengan santri dan ulamanya, namun di saat yang bersamaan menjatuhkan yang lain. Dalam membangun negeri kita membutuhkan skill dan karakter, oleh karena itu, kolaborasi dengan manusia yang punya skill dan manusia yang memiliki karakter adalah keharusan,” ujar Ketua Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) itu.
Intelektual dayah itu melanjutkan bahwa dayah harus melakukan transformasi, untuk mengupdate Islam sesuai dengan perkembangan zaman.
“Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamannya. Siapapun yang memimpin negeri ini, ingatlah bahwa yang diurus adalah mayoritas umat Islam, maka setiap kebijakan yang diambil harus mengedepankan nilai-nilai keislaman,” katanya.
Terakhir Tu Sop menegaskan bahwa dayah harus hadir memperbaiki dirinya dan memperkuat orang lain.
Sementara itu, Prof Fachry Ali MA, tokoh nasional pemerhati pesantren mengatakan dayah adalah tempat konsentrasi kaum inteligensia, banyak gagasan-gagasan politik lahir dari dayah yang diciptakan oleh ulama dayah.
“Semua sistem kehidupan ini diajarkan di dayah. Dayah adalah tempat merumuskan eskatologi islam, apa yang direproduksi di dayah adalah tentang halal dan haram,” ujar putra asli Aceh ini.
Katanya, di Aceh pada masa kesultanan, peranan dayah sangat dominan, seperti menjadi penasehat para sultan dalam mengambil setiap kebijakan.
“Jadi politik dari dunia dayah itu bukan hal yang tabu, bisa menjadi kekuatan ketika berkoalisi juga sebuah kekuatan jika beroposisi dengan pemerintah,” jelasnya. []