Jakarta – Kepolisian membuka peluang menjerat perusahaan-perusahaan penyalur WNI untuk menjadi ABK di kapal berbendera China dengan pidana korporasi.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Ferdy Sambo mengatakan terobosan hukum ini dipakai pihaknya dalam menangani kasus dugaan perdagangan orang yang berujung pada eksploitasi WNI yang menjadi ABK di Kapal Long Xing 629.
Usai menetapkan tersangka perorangan, Sambo menjelaskan jeratan pidana korporasi ini tetap mengacu pada UU Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
“Kami mencoba melakukan terobosan hukum. Kami sudah koordinasi dengan ahli TPPO untuk menerapkan Pasal 13 terhadap korporasi, perusahaan-perusahaan ini,” kata Sambo dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta (20/5).
Menurut dia, hal tersebut dilakukan untuk memberi efek jera kepada perusahaan-perusahaan yang masih mencoba untuk memberangkatkan ABK tidak sesuai aturan.
Sambo menuturkan, apabila pasal tersebut dapat dibuktikan, maka hukuman pidana akan dapat ditambahkan dalam prosesnya nanti.
Misalnya, pencabutan izin usahan dan badan hukum dari perusahaan tersebut. Kemudian, perampasan hasil kekayaan dari hasil tindak pidana, hingga pemecatan terhadap seluruh pengurus perusahaan.
“Kalau nanti bisa kami buktikan. Kemudian larangan melaksanakan kegiatan yang di bidang yang sama dengan kejadian ini,” lanjut dia.
Hingga saat ini, Sambo melanjutkan, penyidik sudah menetapkan tiga orang tersangka yang dijerat Pasal 4 UU TPPO dengan ancaman hukuman penjara minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun.
Mereka adalah petinggi dari agen yang menjadi penyalur para ABK. Yakni, W dari PT APJ di Bekasi, F dari PT LPB di Tegal, dan J dari PT SMG di Pemalang.
“Yang bersangkutan memiliki izin tapi kita bisa ketahui bahwa tidak sesuai dengan janji yang disampaikan,” kata Sambo.
Dia pun menjelaskan unsur-unsur pidana perdagangan orang dalam kasus ini telah terpenuhi. Salah satunya para ABK tidak menerima gaji sesuai dengan kontrak yang telah diteken.
Mereka pun dipaksa bekerja melebihi waktu yang telah ditentukan. Kemudian, para ABK disiksa secara fisik oleh kru kapal selama berlayar.
Ke depannya, kata Sambo, penyidik bakal memeriksa sejumlah pihak seperti maskapai yang menerbangkan para ABK tersebut ke Busan, Korea Selatan untuk kemudian berlayar bersama Kapal Long Xing 629.
“Kemudian pemeriksaan tambahan Satuan Imigrasi Tanjung Priok dan Pemalang dan berkoordinasi dengan Divhubinter untuk memeriksa perusahaan yang terlibat dalam kontrak itu,” ujar dia.
Adapun sejumlah alat bukti yang telah diamankan oleh kepolisian sejauh ini berupa paspor para ABK, seaman book 14 ABK WNI, 14 lembar boarding pass tiket keberangkatan ABK, 10 buah kontrak kerja, dan 14 slip gaji.
Sebagai informasi, polisi mulai menyelidiki kasus tersebut usai video yang memperlihatkan pelarungan ABK di kapal ikan China diberitakan oleh media Korea Selatan, MBC. Berita itu lantas ramai diperbincangkan di laman YouTube.
Polisi lalu melakukan pemeriksaan terhadap 14 ABK di kapal itu yang telah kembali ke Tanah Air beberapa waktu lalu. Dari hasil pemeriksaan dan gelar perkara, polisi menemukan bukti yang menguatkan dugaan pidana perdagangan orang.
Selain melakukan penyidikan dalam negeri, pemerintah Indonesia juga telah melaporkan dugaan eksploitasi ABK asal Indonesia di Kapal China Long Xing 629 ke Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa.
“Pemerintah serius mengusut dugaan eksploitasi ABK asal Indonesia. Oleh karena itu kita telah melaporkan kasus ini kepada Dewan HAM PBB,” ujar Juru Bicara Presiden Bidang Hukum Dini Shanti Purwono, Kamis (14/5).