+++
JANTUNG Ibnu berdetak kencang. Ia benar-benar tak pernah membayangkan jika keinginannya untuk berangkat program Magister ke Australia akhirnya terwujud. Ia kini berada dalam pesawat untuk berangkat ke negeri kanguru itu.
Seumur hidup, ia baru dua kali naik pesawat. Seminggu lalu, ia berangkat dari Banda Aceh ke Jakarta. Dan kini, ia kembali menaiki pesawat untuk terbang ke Australia yang menjadi tempatnya menuntut ilmu untuk dua tahun kedepan.
Ibnu berdiri kaku di pintu pesawat. Dua pramugari tanpa jilbab tersenyum ke arahnya.
“Silahkan pak kedepan. Saya bantu antar ke kursi yang tertera di tiket,” ujar salah seorang pramugari yang bernama Fecilia. Nama itu tercantum di dadanya.
Ibnu tersenyum dan mengangguk. Sang pramugari cantik itu juga membantunya memasukan koper serta tas. Ia mendapatkan kursi di pertengahan bagian kiri. Untuk set kiri dan kanannya masing kosong.
Ibnu merebahkan diri di kursi tadi. Ia mencoba membaca beberapa majalah pariwisata Indonesia dan Australia. Ada tempat-tempat indah di Australia yang hendak dikunjunginya sesampai di sana.
“Alhamdulillah atas rahmadmu tuhan! Aku tak mungkin bisa ke Australia tanpa campur tanganmu,” gumam Ibnu dalam hati.
“Mas, mas.”
Ibnu tersentak dari lamunannya. Ia melihat ke arah suara tadi. Ada wanita muslimah yang tersenyum super manis ke arahnya.
“Maaf Mas. Kursi saya di sisi kanan Mas,” ujar gadis itu lagi.
Ibnu mengangguk. Ia kemudian membetulkan posisi duduknya agar wanita tadi bisa masuk dan duduk di sampingnya.
“Maaf ya. Saya terlalu sibuk dengan angan sendiri,” ujar Ibnu. Sementara sang gadis tadi tersenyum penuh arti.
“Mas Ibnu Hajar-kan? Saya lihat Mas diantrian tadi,” ujarnya kemudian.
Ibnu terkejut saat mengetahui jika gadis di sampingnya tadi ternyata mengenal dirinya.
“Dunia ini terlalu sempit ya Mas. Beberapa waktu lalu, saya cuma mengetahui nama Mas. Tadi di antrian melihat Mas mencari seseorang. Sekarang kursi Mas justru berada di dekat kami,” kata gadis itu lagi.
Ibnu benar-benar bingung dengan penjelasan sang gadis. Soalnya, mereka baru bertemu dan ia tidak mengenal sang gadis.
“Saya pikir semua yang terjadi bukanlah suatu kebetulan belaka. Kami dua kali membatalkan tiket untuk ke Australia. Saat jadi berangkat justru satu pesawat dengan Mas Ibnu,” ujarnya.
Ibnu mengaruk kepala. Ia benar-benar tak mengerti dengan apa yang dijelaskan oleh gadis itu.
Dalam keadaan kebingungan, hidung Ibnu tiba-tiba kembali mencium bau mawar. Bau yang sempat diciumnya di antrian tadi. Namun kali ini terasa lebih dekat dan berada di sampingnya.
Ibnu melihat ke sisi kiri yang menjadi sumber parfum tadi. Seorang gadis muda berjilbab dan berpakaian modis menatapnya dengan sorotan terkejut.
“Riska?” ujar Ibnu tiba-tiba.
[Bersambung]