Oleh Abu West
SAYA memulai tulisan ini untuk muhasabah bukan untuk menghujat diri sendiri apalagi menghujat orang lain. Manakala hidup kita meninggalkan histori untuk dikenang sebagai keindahan masa muda ataupun kebodahan masa lalu.
Ini terkadang bisa menghibur diri kita sendiri dan bisa menjadi cerita yang bermamfaat bagi orang lain.
Sekarang mari kita lihat bagaimana seharusnya program kerja yang kita laksanakan bisa sesuai dengan niat baik yang pertama kita cetuskan, namun dalam menjalankan setiap program dalam kehidupan kita.
Terkadang sistem mengharuskan kita berjibaku dalam masalah – masalah fiktif disetiap sudut. Bukankah jalan ini merupakan jalan lain menuju neraka karena benih kebohongan dan olah-mengolah disana-sani dengan jalur di luar ketentuan agama dan syariat walau sebagian di benarkan oleh sistem pemerintah dan qanun undang-undang negara.
Manakala saya terbayang hal seperti ini senyum histori masa bodoh masa lalu tersungging sambil mengucap istigfar.
Bagaimana tidak, saya pernah mengabdi sebagai guru di beberapa sekolah mulai 2002 sampai 2017 saya aktif di sekolah negeri dan swasta sebagai ASN. Dan saya tidak tinggal di rumah waktu itu karena saya bertugas di tempat rawan komplik maka saya memilih mondok di sebuah pasantren sambil mengabdi di sekolah binaan pasantren itu di samping tugas pokok saya sebagai ASN.
Setiap siang hari ba’da shalat zuhur saya stanbay di kantor sekolah dayah yang notaben nya bilik tempt tinggal saya sehari-hari pada waktu saya pulang bertugas di SD Transmigrasi Blang Poroh yang kemudian berganti nama dengan SD Nase Pandrah dan terachir berganti nama SDN 6 Pandrah.
Bukan saya pindah tugas tapi nama sekolah yang berganti sehingga ada yang bertanya kenapa setiap 2 tahun sekali dimutasi . Ini pertanyaan pejabat level kecamatan dan saya hanya tersenyum saja melihat kebodohan ini sehingga membuat mereka melihat saya jadi bodoh karena setiap di tanya tugas dimana pasti nama baru muncul dari jawaban saya.
Di sanalah saya belajar Birokrasi Pemerintah yang Berubah ubah dan tidak Istiqamah dari nama Sekolah saja bisa berubah jangan dibayangkan yang lainnya.
Kita kembali ke dayah, setiap hari selsai pengajian malam di dayah, guru saya selalu memanggil saya biasanya selepas saya belajar kitap di balai yang beliau ajarkan.
Ada banyak cerita mulai dari hidup kita harus memiliki beribu program sampai ada pesan yang sangat saya ingat dan sangat sering di ulang- ulang adalah, ” Jangan selalu fiktif bila membuat program dan laporan, cobalah untuk selalu real apa adanya jangan ada apanya.” Demikian pesan beliau setiap saya sudurkan tanda tangan pimpinan yayasan.
Bahkan setiap awal bulan habis belajar di balai saya di ajak diskusi bagaimana perkembangan sekolah di pasantren dan sekolah yang saya bertugas sebagai ASN.
Apakah bisa membagi waktu tugas wajib sebagai ASN dengan tugas mengapdi pada yayasan. Bagi saya ini bukan hanya pertanyaan biasa tapi nasehat dari guru saya. Karena beliau juga selalu berkata, “Jangan kamu anggap dengan tidak ada lagi orang tua mu di dunia kamu bebas sema mu , kamu harus tau saya ini orang tua mu dan jangan coba coba menyalahi aturan dalam menjalani hidup.”
Nasehat ini mulanya sangat mujarab tapi lama kelamaan tanpa sepengetahuan beliau saya pun sudah terbang jauh meninggalkan semuanya mulai pendidikan dayah, sekolah dan keluarga tapi setelah saya mengabdi hampir 15 tahun ( 2003 – 2017).
Nah, sekarang saya sudah memilih tinggal amerika. Tentu atas restu beliau juga mana kala saya mau berangkat tetap mohon pamit dan mohon doa dari mereka guru sekaligus orang tua rohani saya.
Nah, wahai saudaraku sekarang mari kita renungkan sekecil apapun laporan dan program yang kita jalankan dan audit selalu kita menemukan anggaran tak terduga dan laporan fiktif di dalam nya, bila ditanyakan untuk apa semua ini, masing – masing kita punya jawabannya .
Mungkin kalau sekarang saya berani menjawab ini, “Jalan ke neraka yang di aspal dengan niat baik.” Coba lihatlah mana kala kita sukses kita harus berurusan dengan seribu macam sistem dan aturan yang mewajibkan kita berlaku curang dan bertentangan dengan hati nurani, bertentangan dengan syariat islam walau di benarkan dalam aturan bernegara dan undang- undang dalam pemerintahan.
Dalam sisi politik kita lihat bagaimana kerkaitan antara niat baik dan kegagalan itu yang sekarang kita sebut Jalan ke neraka di aspal dengan niat baik?
Setelah kita melewati pemilu pertama pasca damai Aceh, masyarakat mulai apatis dengan terciptanya kasta – kasta dalam kehidupan sosial politik bahkan merembes ke arah ekonomi koperasi. Pada pemilu kedua masyarakat mulai menjejaki personal individu yang bisa menguntungkan meteka namun lagi-lagi masyatakat seolah terjebak dalam tipu daya sehingga pemilu menghadapi pilkada kedepan ini sangat susah membangun kepercayaan masyarakat.
Mengembangkan trust building bukan lah hal yang mudah dan cepat, butuh waktu yang lama dan proses yang rumit.
Saya rasa ini akan gagal karena masyarakat tidak mudah lagi percaya apalagi memberikan dukungan kepada personal dan parti yang pernah mengkhianati mereka. Pada hal mereka yang dahulu terpilih adalah orang baik dan ingin kebaikan segitu juga calon calon kedepan mereka sebahagian bangkit dengan niat baik untuk kebaikan dan perbaikan. Namun bagaimana nasib mereka dan mengapa mereka demikian jawabannya sistem yang menjebak orang baik menjadi sampah di mata masyarakat semua karena program fiktif itu terlalu membunuh real dalam menjalankan pemerintahan.
Hari ini juga saya tidak sengaja melihat vidio lama dari anggota DPR RI Ansori Siregar yang Sudah tidak sabar ingin bongkar anggaran abal-abal, ketika sidang DPR RI Komisi 9 di gedung dewan terhormat.
Kemudian saya juga melihat dalam media sosial, uang parkir anggota dewan yang miliaran sebagai aspirasi di DPRA tidak bisa cair karena program yang di usulkan bukan program undang undang nasional tatapi lebilih ke program keistimewaan Daerah sebut saja program untuk mesjid dan untuk dayah serta balai pengajian. Kalau program ini tidak diatur dalam undang undang anggaran dewan lalu apa fungsi dan peran Kementrian Agama, Departemen Agama serta dinas dayah, karena semua ini program di bawah kedinasan mereka mengapa tidak bisa diusulkan anggarannya.
Kalau begitu alangkah baiknya bubarkan saja kedinasan mereka untuk memperamping Birokrasi pemerintahan supaya anggaran lebih leluasa di program ke lingkungan fiktif.
Terkadang saya kasian juga melihat anggata legislatif yang tidak bisa berbuat banyak karena eksekutif sebagai eksecutor anggaran sudah menetapkan role demikian. Sebenarnya kalau legislatif ini memiliki payung hukum dan LBH yang kuat. Mereka bisa menggugat eksecutif tanpa harus berkoar koar di media sosial membenarkan diri mereka dan menyalahkan orang lain.
Setelah kita kaji dari berbagai pandangan hidup dan tujuan dalam menjalani kehidupan saya menyimpulkan bahwa, “Jalan ke neraka diaspal dengan niat baik.”
Penulis adalah warga Aceh yang kini menetap di Amerika