“Berharap sajian sepakbola kelas dunia semisal Laliga, namun yang dipertontonkan justru Tarkam yang pemainnya berkaki ayam serta lapangan lumpur.”
Ungkapan inilah yang kini dipertontonkan DPR Aceh di bawah kendali para anak muda yang kini menjabat unsur pimpinan. Konon katanya, mereka adalah para mantan aktifis tulen. Salah satunya dipegang oleh Dahlan Jamaluddin selaku ketua mewakili aspirasi mayoritas (Partai Aceh-red) yang masih menguasai kursi di DPR Aceh.
Kini, ia memang terbilang sukses mengamankan setiap kebijakan eksekutif yang sedang berjalan. Walau harus meng-harakiri aspirasi pemilih dan partainya sendiri.
Mundur jauh ke belakang, asa public sebenarnya cukup tinggi kepada DPR Aceh periode 2019-2024 ini.
Ini konon yang terpilih adalah pemuda-pemuda pilihan yang dianggap mampu mengembang amanah besar. Konon lagi, yang ditunjuk sebagai pimpinan adalah para pemuda yang memiliki seabrek pengalaman organisasi semasa konflik.
Di awal-awal dilantik, mereka langsung dihadapkan dengan persoalan APBA Perubahan 2019 yang diduga banyak penyelewengan. Mayoritas anggota DPR Aceh periode 2019-2024 memang tak terlibat dalam pembahasan tapi Dahlan selaku anggota DPR Aceh periode sebelumnya, pasti terlibat dalam pembahasan.
Demikian juga pembahasan soal APBA 2020 yang dibahas hanya 4 hari. Ketua DPR Aceh sekarang, yang juga menjabat sebagai angota DPR Aceh periode sebelumnya, pasti mengetahui setiap detail persoalan yang terjadi.
Itu sebabnya, asa public tumbuh saat Dahlan menyampaikan komitmennya untuk membedah seluruh isi APBA Perubahan 2019 dan APBA 2020. Ini diungkapkan Dahlan kepada sejumlah media saat itu.
Namun ibarat es, komitmen ini tak kunjung terwujud atau mencair setelah sosok yang bersangkutan terpilih sebagai ketua DPR Aceh.
APBA Perubahan 2019 yang sarat masalah, berlalu tak terproses. Demikian juga dengan APBA 2020 yang dibahas cuma 4 hari. Tak ada komitmen nyata untuk mengawal uang rakyat itu seperti janji di awal-awal menjabat.
Dua persoalan ini menjadi ‘catatan hitam’ dalam ingatan rakyat bahwa mereka kini dikibuli oleh wakilnya sendiri.
Maka lupakan dua persoalan tadi. Dahlan telah sukses mengamankan kebijakan eksekutif periode berjalan walaupun bau busuk di APBA Perubahan 2019 dan APBA 2020 masih tercium dengan mudah hingga sekarang.
Sudahlah. Ikhlaskan saja.
Mari beralih ke komitmen Pansus dan pembatalan proyek multiyear yang pernah dibahas dalam Banmus DPR Aceh. Ternyata ini juga tak kunjung diwujudkan hingga memasuki pertengahan Juli 2020.
Jelang paripurna terakhir, Dahlan membuat surat yang isinya melarang personal DPR Aceh untuk bicara soal Pansus dan proyek multiyear. Alasannya, pembahasan ini akan dicari waktu lain.
Kenapa ini bisa terjadi? Mungkin dan (kemungkinan) sampai semua proyek multiyear ini ditenderkan dan baru kemudian pimpinan DPR Aceh akan bersorak-sorak pura-pura menentang. Lakon ini penting agar pimpinan itu memperoleh dua keuntungan. Sukses mengamankan kebijakan eksekutif yang sedang berjalan dan tetap dianggap kader yang loyal oleh pimpinan Partai Aceh.
Padahal soal proyek multiyear tadi, rekomendasi Komisi IV DPR Aceh periode sebelumnya sangatlah jelas. Mereka tak dilibatkan dan tak pernah masuk dalam pembahasan. Eksekutif memasukan proyek multiyear sepihak tanpa melibatkan DPR Aceh dan itu cacat hukum.
Zulfadhil atau Abang Samalanga, anggota DPR Aceh, sudah berulangkali meminta ketegasan dari pimpinan DPR Aceh terkait hal ini. Namun suara mantan sekretaris Komisi IV ini dianggap angin lalu.
Kini tersiar kabar, Plt Gubernur bakal segera menenderkan sejumlah proyek multiyear yang masuk dalam APBA 2020 tanpa sepengetahuan dewan ini. Jika ini kembali terwujud, pimpinan eksekutif periode yang sedang berjalan, patut bersyukur bahwa ia memiliki seorang ketua DPR Aceh yang sangat loyal terhadap dirinya.
Kesuksesan bertubi-tubi ini tak mungkin terjadi secara kebetulan dan berkali-kali. Koalisi pendukung pemerintah di DPR Aceh dan Plt gubernur Aceh patut berterimakasih kepada ketua DPR Aceh. Ini tentu tak cukup dengan hanya bahasa dan pelukan. Selamat…!