BANDA ACEH – Misbahuddin Ilyas atau akrab disapa Marcos, mantan kombatan wilayah Samudera Pase, berharap peringatan 15 Agustus tidak hanya seremonial belaka.
“Ini hari bersejarah untuk Aceh dan bangsa-nya. Rakyat Aceh harus bersatu dalam terwujudnya pemerintahan rakyat Aceh sesuai dengan amanat MoU Helsinki,” ujar Marcos.
“Semua kita tahu bahwa kewenangan Indonesia di Aceh hanya enam bagian saja. Selebihnya milik Aceh secara penuh. Maka dari itu semua pihak harus merasa bertanggung jawab terhadap apa yang selama ini tidak berjalan di Aceh sesuai MoU Helsinki tapi pemerintah Indonesia tidak serius dalam perjanjian internasional di Helsinki.”
“Harapan kami para kombatan, juru runding harus bersatu dulu agar semua cita-cita bangsa Aceh tercapai, diplomat Aceh jangan bercerai berai, jika ingin persoalan Aceh terlaksana sesuai isi perjanjian internasional.”
“Juga sekali lagi kami himbau pada pemerintah Indonesia untuk betul serius dalam merealisasikan butir perjanjian internasional ini.kalau pemerintah Indonesia juga masih mempersulit masalah isi perjanjian internasional maka kami generasi bangsa Aceh akan melaporkan persoalan ini pada dunia internasional,” ujarnya lagi.
Maka dari itu, kata Marcos, pemerintah Indonesia harus merasa bertanggung jawab atas pembunuhan saudara muslim Aceh dalam beberapa dekade sebelumnya.
“Kami akan menuntut Indonesia ke mahkamah internasional berdasarkan bukti bahwa tidak komit dengan perjanjian internasional. Kami juga akan menuntut Indonesia atas pembunuhan muslim Aceh beberapa dekade sebelumnya ke mahkamah internasional.”
“Jika Indonesia tidak komit dengan perjanjian internasional di maka dan berlarut-larut maka kami tidak bertanggung jawab jika kondisi Aceh memburuk dan itu murni kesalahan Indonesia atas ke tidak pastian terhadap perjanjian internasional untuk Aceh,” katanya.