Surakarta – Hampir semua partai politik yang memiliki kursi di DPRD Kota Solo menyokong putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka yang berpasangan dengan Teguh Prakosa. Saat itu, Gibran – Teguh Prakosa sempat diprediksi akan melawan kotak kosong. Namun beberapa waktu lalu, calon independen Bagyo Wahyono – FX Supardjo mengejutkan publik Solo bisa lolos dalam verifikasi KPU.
Bagyo mampu memperoleh dukungan yang cukup untuk maju sebagai Calon Wali Kota Solo melalui jalur perseorangan. Tidak tanggung-tanggung, dia mengantungi 38.831 dukungan untuk maju dalam pilkada.
Padahal, persyaratan untuk maju melalui jalur perseorangan di pilkada Kota Solo cukup memiliki 35.870 dukungan. “Persyaratan ini memang cukup berat, tapi kami berhasil memperolehnya melalui kerja keras,” katanya kepada Tempo, Senin 31 Agustus 2020.
Lalu siapakah sosok Bagyo Wahyono ini?
Bagyo Wahyono tinggal di Kawasan Penumping, Solo. Saat Tempo bertandang ke rumah Bagyo, cukup ramai dengan para pendukungnya pada Senin malam 31 Agustus 2020. Belasan orang asyik berbincang di rumah yang tidak seberapa besar itu. Ada yang duduk di kursi, sebagian besar duduk santai di atas tikar.
Bagian depan rumah itu terdapat baliho yang menunjukkan bahwa tempat itu merupakan posko pemenangan calon independen Bagyo Wahyono-FX Supardjo. Sebuah plang kecil berwarna hitam bertuliskan ‘Solo Baggio Fashion’ menunjukkan bahwa rumah itu menerima jasa jahitan.
“Sudah puluhan tahun saya bekerja sebagai penjahit,” kata Bagyo Wahyono. Keahliannya adalah membuat baju kebaya. Beberapa foto kebaya hasil karyanya terpajang di dinding rumahnya. Dia mengaku memiliki keterampilan menjahit secara otodidak.
Pekerjaan itu menjadi pilihannya lantaran pendidikannya memang tidak tinggi. Dia hanya memiliki ijazah setingkat Sekolah Menengah Atas. “Tepatnya ikut Kejar Paket C,” katanya. Menurutnya, masa lalunya memang kurang beruntung sehingga tidak bisa mengenyam Pendidikan yang lebih tinggi.
Bagyo mengaku terlahir di keluarga seniman. Ayahnya seorang penari, sempat bergabung dengan kelompok Wayang Orang Sriwedari. Sedangkan ibunya seorang sindhen. “Kami mengalami betul beratnya hidup masyarakat bawah,” katanya.
Meski berasal dari kalangan bawah, ia mampu membuat kejutan menantang putra penguasa negeri ini di Pilkada Solo. Ia menyebut disokong organisasi yang diikutinya, Tikus Pithi Hanata Baris. Dia mengklaim organisasi yang berdiri sejak 2014 itu memiliki banyak anggota dan tersebar di berbagai kota. “Mereka mendekati kerabat-kerabatnya yang tinggal di Solo untuk memberikan dukungan kepada saya,” katanya.
Maju sebagai calon perseorangan di Pilkada Solo menurutnya bukan keinginan pribadinya. “Bahkan sebenarnya saya tidak suka politik,” katanya. Dia mengaku ditunjuk oleh organisasinya untuk mengikuti pesta pemilihan itu. “Saya yang cuma penjahit ini tidak punya modal untuk maju dalam pilkada,” katanya. Semua biaya yang dibutuhkan untuk mengikuti pilkada menurutnya sokong secara gotong royong.