BANDA ACEH – Kebijakan Walikota Banda Aceh Aminullah yang mendorong kementerian Pekerjaan Umum untuk melanjutkan proyek IPAL di Gampong Pande dinilai bentuk sikap durhaka terhadap para leluhur atau indatu.
Kebijakan tersebut dinilai sangat tak etis. Dimana, proyek pengelolaan limbah dibangun di atas makam leluhur yang menjadi pusat awal peradaban di Banda Aceh.
“Nyan biet teumeureuka dengan indatu. Makam indatu ta ubah keu lokasi pembuangan tinja,” tulis Muhammad Ramli, seorang netizen asal Banda Aceh di akun Facebook miliknya, Rabu 24 Februari 2021.
“Kiban perasaan indatu geutanyoe, kuburan dijadikan lokasi pengelolaan limbah,” tulis Ramadanur, warga Punge Blang Cut, di akun Facebook miliknya.
Sebelumnya diberitakan, Walikota Banda Aceh Aminullah Usman mendukung penuh agar proyek pembangunan Instalansi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) di Gampong Pande, Kota Banda Aceh, dilanjutkan.
Aminullah beralasan, makam dan kerangka manusia yang ditemukan di Gampong Pande bukanlah makam raja dan keluarga raja.
Hal ini disampaikan Aminullah dalam suratnya yang ditunjukan pada Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia dengan nomor 660/0253 tertanggal 16 Februari 2021.
“Menurut ilmu arkeologi, nisan-nisan kuno dan kerangka manusia yang ditemukan di lokasi IPAL dan jaringan air limbah Kota Banda Aceh itu merupakan situs arkeologi (warisan budaya). Namun tidak berupa makan raja dan keluarga raja pada masa kesultanan Aceh,melainkan bagian dari pemakaman masyarakat umum (sesuai dengan surat Direktur Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Repulik Indonesia.”
“Saat ini, secara hukum situs tersebut belum ditetapkan menjadi cagar budaya sehingga keberadaan IPAL di sekitar situs tersebut tidak menyalahi aturan yang berlaku serta tidak tergolong menganggu keberadaan situs cagar budaya.”
Dalam surat ini, Amninullah menekankan bahwa Pemko Banda Aceh memberi dukungan penuh dan berharap Menteri Pekerjaan Umum melanjutkan proyek IPAL di gampong Pande. []