Jakarta – Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar, mengatakan usulan penundaan Pemilu 2024 yang berdampak pada perpanjangan masa presiden menjadi pertanda sebuah negara mengarah pada pemerintah yang otoriter.
“Logika penundaan Pemilu itu datang dari negara yang bukan demokratis. Agak kelam skenario mereka,” ujar Zainal dalam webinar MIPI, Sabtu, 5 Maret 2022.
Ia mencontohkan salah satu negara yang melakukan perpanjangan masa jabatan adalah Guinea di Afrika. Akibat keinginan memperpanjang jabatan menjadi tiga periode itu, negara tersebut mengalami kudeta militer.
Negara lain yang juga mengalami kondisi kelam akibat usulan penundaan adalah Rusia. Menurut Zainal, otoriterisme di negara tersebut dilegalkan dengan pengubahan UUD. Sehingga Putin menjadi presiden seumur hidup di sana.
“Jadi hati-hati main-main dengan usulan perpanjangan periode,” kata Zainal.
Pengusul pertama Pemilu 2024 ditunda adalah Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin. Usulan agar Pemilu ditunda hingga dua tahun itu kemudian mendapat sambutan dari sejumlah partai, seperti Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto dan Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan atau Zulhas.
Mereka menyatakan kondisi perekonomian belum stabil akibat Covid-19, sehingga Pemilu 2024 perlu ditunda agar pemerintah bisa fokus untuk pulih. Namun, usulan tersebut mendapat penolakan dari partai NasDem, PKS, Demokrat, PPP, dan PDI Perjuangan.