BANDA ACEH – Proses hukum terhadap Win Wan Nur semakin hangat dan melebar kemana-mana.
Kuasa hukum Win Wan Nur meminta pihak kepolisian agar memeriksa pejabat di pemerintahan kabupaten Aceh Tengah terkait sumber dana publik atau APBK dalam penyelenggaraan pameran benda sejarah Reje Linge.
Pasalnya, penyebutan sumber dana publik di media sosial ini menjadi dasar bagi Tagore untuk melaporkan Win Wan Nur atas dugaan pencemaran nama baik.
“Padahal, Win Wan Nur menerima informasi bahwa pameran ini diselenggarakan dengan dana publik justru dari pihak penyelenggara sendiri, yaitu ketua panitia Syukur Kobath melalui media online,” kata Nourman.
Di salah satu media online, panitia menyebut sumber dana penyelenggaraan berasal dari APBK, lalu beberapa waktu kemudian oleh ketua panitia, Syukur Kobath informasi ini dikoreksi menjadi bersumber dari dana pribadi dan sumbangan dari pihak Pemda.
“Penyebutan dana APBK maknanya adalah dana publik yang harus ada pertanggung jawabkan dan tidak serta merta bisa dipakai begitu saja. Hingga hari ini belum ada bantahan dari pihak penyelenggara, khususnya ketua panitia pameran, yaitu Syukur Kobath terkait informasi bahwa ada dana publik yang dipakai oleh penyelenggara pada pameran tersebut Belum ada kok koreksi atau hak jawab untuk membantah berita itu oleh Syukur Kobath. Artinya informasi itu sudah benar. Dan jangan lupa, media yang memuat berita itu adalah media terverifikasi dewan pers, produknya legal , produk pers dan sah untuk dibagikan sebagai informasi publik. Media menunggu reaksi publik, baik yang pro maupun kontra dan membuka ruang hak jawab seluas-luasnya. Media itu tidak salah,” Jelas Nourman.
“Jika media tidak salah, maka harusnya siapapun masyarakat yang ingin memberikan pernyataan, komentar, dan reaksi lainnya dengan dalil berita itu harusnya dianggap benar dan dilindungi secara hukum,” kata Nourman lagi.
Awalnya Tagore melaporkan Win Wan Nur atas dugaan tindak pidana pencemaran nama baik , yang laporannya terkait dengan penyebutan oleh Win Wan Nur di media sosial bahwa ada dana publik yang digunakan untuk kegiatan ini.
Tagore keberatan terhadap status ini, lalu dia melaporkan Win Wan Nur pada tanggal 24 Februari 2022.
Dalam pemeriksaan di Polres Aceh Tengah pada 28 Maret 2022, Win Wan Nur yang didampingi empat pengacaranya, terungkap, bahwa pernyataan dia terkait dana publik itu justru dari berita resmi yang sumbernya dari penyelenggara sendiri, bukan tanpa dasar.
“Justru kemudian kasus ini melebar dan ada dugaan keterlibatan pemerintah dalam penganggaran pameran ini. Terlebih lagi benda sejarah yang diklaim peninggalan kerajaan Linge ini belum sah sebagai benda cagar budaya, karena belum ada penelitian dan penetapan dan karenanya kuat dugaan benda sejarah itu bodong atau palsu. Itu jelas melanggar UU nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya,” terang Nourman.
Nourman juga mengatakan, koordinator Balai Arkeologi Sumut sudah membantah pernyataan Tagore terkait kajian ilmiah atas benda-benda yang dipamerkan di pameran itu, apalagi mengakui itu adalah benda cagar budaya yang sah dan sudah ditetapkan.
Dalam suratnya kepada kantor hukum Nourman & rekan pada tanggal 9 Maret 2022, koordinator balai arkeologi Sumut, DR. Ketut Wiradnyana, M. Si menegaskan ‘Bahwa Balai Arkeologi Propinsi Sumut tidak pernah mengirimkan utusan resmi (dengan surat tugas khusus) kepada petugas tertentu untuk hadir dan memeriksa keaslian benda cagar budaya yang dipamerkan di Takengon pada tanggal 19-26 Februari 2022’.
Pernyataan Ketut ini membantah pernyataan Tagore yang mengkalim ada lima orang anggota Balai Arkeologi Medan yang didatangkan jauh-jauh hari untuk meneliti kebenaran benda-benda yang dipamerkan.
“Hasil tim arkeolog yang turun melihat langsung benda benda yang dipamerkan ini, makanya kita berani menulis keterangan dalam benda tersebut . Kami tidak mau menyebutkannya secara serampangan, tanpa fakta ilmiah,” kata Tagore seperti dikutip media dialeksis.com pada Rabu, 23 Faberuari 2022.
Menurut Nourman, jika penyelenggaraan pameran ini menggunakan dana publik adalah benar, artinya pemerintah membiayai pameran benda sejarah yang tidak sah. Polisi harus mengejar fakta yang terjadi itu.