LHOKSEUMAWE – Solidaritas Mahasiswa Untuk Rakyat (SMUR) memperingati hari HAM internasional dengan mendesak negara harus bertanggung jawab atas pelanggaran masa lalu.
Dalam peringatan hari HAM internasional pada 10 Desember 2023 di Taman Riyadha Lhoksemawe, SMUR mengeluarkan pernyataan tegas terkait pengakuan presiden Jokowi mengenai pelanggaran HAM yang parah di Indonesia.
Presiden mengakui berbagai peristiwa institusi penindasan yang telah terjadi, termasuk pelanggaran hak asasi manusia diberbagai sektor seperti polisi, militer, dan peradilan yang secara sistematis telah memengaruhi masyarakat otoritarianisme.
Jumar selaku Korlab aksi mengatakan Institusi publik—seperti polisi, militer, dan peradilan—sering menjadi instrumen penindasan dan pelanggaran hak asasi manusia secara sistemis dalam masyarakat yang mengalami konflik atau otoritarianisme seperti pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Aceh selama konfik dri tahun 1976 sampai 2005 telah memakan korban sekitaran 30 ribu jiwa lebih warga sipil Aceh.
Jumar juga menuturkan semua korban pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh negara mempunyai hak atas reparasi.
“Negara yang melakukan atau gagal mencegah pelanggaran, mempunyai kewajiban hukum untuk memberikan reparasi,” katanya.
“Reparasi ini tidak bisa dihindari oleh negara karena mereka yang paling rentan terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh negara juga paling menderita akibat kesenjangan sosial dan ekonomi. Reparasi harus dirancang dan dilaksanakan dengan cara yang dapat mengubah kondisi yang tidak setara dan tidak adil ini bagi keluarga korban pelanggaran HAM konflik Aceh.”
“Kemudian, hak untuk mengetahui keadaan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia para korban dan siapa yang bertanggung jawab sangat penting untuk ditegakkan mengingat rezim yang represif seringkali dengan sengaja menulis ulang sejarah dan menyangkal kekejaman demi melegitimasi diri mereka sendiri,” kata Jumar.
Rizal Bahari selaku ketua SMUR Lhoksemawe juga menjelaskan bahwa kompensasi atau pembayaran uang hanyalah salah satu dari berbagai jenis reparasi material.
“Jenis lainnya mencakup restitusi hak-hak sipil dan politik; rehabilitasi fisik; dan pemberian akses terhadap tanah, perumahan, layanan kesehatan, dan layanan pendidikan, yang harus dipenuhi oleh negara kepada korban konflik aceh. Reparasi juga dapat berupa pengungkapan kebenaran mengenai pelanggaran itu sendiri dan memberikan jaminan bahwa pelanggaran tersebut tidak akan terulang kembali,” ujarnya.