Oleh Silvia Febrina, mahasiswa program studi Pengemangan Masyarakat Islam Fakultas Dakwah Dan Komunikasi UIN Ar-Raniri Banda Aceh.
Banda Aceh merupakan ibu kota provinsi Aceh yang memiliki julukan sebagai “Kota Madani,” dan menjadi pusat berbagai aktivitas seperti, sosial, ekonomi, dan kesehatan di wilayah ini. Banda Aceh sering menjadi tempat tujuan dari daerah lain di Aceh untuk mencari pekerjaan, melanjutkan jenjang pendidikan, maupun mendapatkan layanan kesehatan yang lebih baik.
Di balik geliat kota ini, masih banyak kelompok rentan seperti pasien rujukan dari daerah terpencil yang membutuhkan tempat perlindungan sementara. Mereka dengan berbagai macam latar belakang pendidikan dan ekonomi, harus menerima rujukan dari rumah sakit daerah agar merujuk ke Rumah Sakit Umum Zainal Abidin tentunya, mau tidak mau mereka harus pergi dengan mengajak keluarga untuk menemani selama proses pengobatan.
Banyak hal yang harus dipertimbangkan oleh pihak keluarga apabila mereka hendak pergi berobat ke Banda Aceh, tempat tinggal sementara menjadi faktor utama. Dengan dana yang minim namun keadaan terdesak mereka lebih memilih untuk tidur di koridor dan teras rumah sakit. Selain bisa dekat dengan anggota keluarganya yang sakit mereka juga bisa menghemat pengeluaran.
Solusi yang tepat bagi mereka yang jauh-jauh datang untuk berobat adalah dengan mimilih rumah singgah sebagai tempat bernaung semnetara, dengan barang bawaan yang banyak serta bayi dan anak-anak membuat mereka harus memerlukan ruang yang lapang untuk berehat. Akan tetapi, keberadaan rumah singgah sebagai fasilitas penunjang bagi mereka sangat minim, bahkan terabaikan. Keberadaan rumah singgah bukan hanya sebagai tempat berlindung, tetapi juga sebagai wujud nyata dari sistem perlindungan sosial yang mansiawi.
Pentingnya Rumah Singgah Dalam Jaringan Pengamanan Sosial di Aceh
Rumah singgah merupakan tempat perlindungan sementara yang biasanya dilengkapi dengan fasilitas dasar seperti tempat tidur, makanan, layanan kesehatan, hingga konseling. Peran rumah singgah bagi pasien rujukan dari daerah, rumah singgah berperan sebagai tempat tinggal sementara selama menjalani pengobatan di kota Banda Aceh.
Rumah singgah sangat berperan penting dalam membantu masyarakat Aceh yang sedang berjuang dengan kondisi kesehatan dan kesulitan ekonomi. Sebagai contoh, pasien dari Simeulue atau Aceh Singkil sering kali membawa seluruh keluarga karena jarak perjalanan yang jauh, tetapi tidak memiliki tempat tinggal di Banda Aceh. Namun, sayangnya, fasilitas rumah singgah di Banda Aceh saat ini masih sangat terbatas dan belum mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan kelompok tersebut.
Minimnya Dukungan Pemerintah
Minimnya keberadaan rumah singgah di Banda Aceh tak lepas dari kurangnya dukungan pemerintah daerah. Sebagian besar rumah singgah yang ada saat ini dikelola oleh organisasi non-pemerintah (NGO) atau inisiatif masyarakat lokal. Salah satunya adalah rumah singgah milik Yayasan Boold For Life Fondation (BFLF) yang terletak di Jl. Kepiting No. 5, Banda Baru (Lampriet), Banda aceh. Rumah singgah ini hanya memiliki fasilitas terbatas, seperti beberapa kamar tidur dan dapur sederhana, karena keterbatasan dana yang bersumber dari donatur eksternal.
Dilansir dari kabaraktual.id bahwa fasilitator rumah singgah Boold For Life Fondation (BFLF), Melia Ulfa mengatakan bahwa rumah singgah ini hanya memiliki 8 kamar dan ruang tamu saja. Ia juga mengatakan bahwa dalam misi kemanusiaan ini, BFLF tidak bisa bekerja sendiri dan membuka kesempatan bagi para donator yang ingin membantu. Pada berita yang di muat dari Kompas.tv Boold For life Fondation (BFLF) berharap bahwa pemerintah Aceh juga menyediakan rumah singgah gratis bagi keluarga pasien yang kurang mampu.
rumah singgah membutuhkan pendanaan yang berkelanjutan untuk operasional harian, seperti penyediaan makanan, pembayaran listrik, dan pemeliharaan fasilitas. Tanpa bantuan yang konsisten dari pemerintah, banyak rumah singgah terancam tutup.
Efektivitas Rumah Singgah terhadap Pasien Rawat Inap dan Rawat Jalan
Rumah singgah memiliki dampak langsung terhadap efektivitas perawatan kesehatan, terutama bagi pasien rawat inap dan rawat jalan. Di Banda Aceh, keberadaan rumah singgah akan sangat membantu pasien dari daerah terpencil seperti Subulussalam, Aceh Barat, Aceh Selatan, Aceh Singkil yang sering kali harus datang ke rumah sakit besar seperti RSUD Zainoel Abidin untuk mendapatkan pelayanan medis.
Bagi pasien rawat jalan, rumah singgah dapat mengurangi frekuensi perjalanan pulang-pergi yang melelahkan dan membebani secara finansial. Dengan tinggal sementara di rumah singgah, pasien dapat lebih fokus pada proses penyembuhan dan konsultasi rutin tanpa khawatir akan biaya penginapan.
Sementara itu, bagi keluarga pasien rawat inap, rumah singgah memberikan ruang istirahat yang layak selama mendampingi anggota keluarga yang dirawat. Hal ini penting karena pendamping pasien juga memerlukan lingkungan yang mendukung agar tetap sehat secara fisik dan mental. Dengan adanya rumah singgah, mereka tidak perlu menghabiskan waktu di koridor rumah sakit atau mencari tempat penginapan murah yang sering kali tidak memadai.
Dari sudut pandang pemerintah, keberadaan rumah singgah dapat meningkatkan tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Hal ini sekaligus menunjukkan komitmen pemerintah dalam memperhatikan kesejahteraan kelompok rentan, yang menjadi salah satu indikator keberhasilan program sosial.
Pengoptimalan Fasilitas Rumah Singgah
Rumah singgah tidak hanya sekadar tempat tinggal sementara, tetapi juga harus menyediakan layanan pendukung seperti dapur umum, transportasi ke rumah sakit, dan ruang konsultasi. Layanan ini dapat meningkatkan kenyamanan pasien dan keluarganya, sehingga mereka merasa lebih dihargai dan didukung. Penyiapan transportasi sangat penting, seperti penyediaan ambulance untuk para pasien yang hendak melakukan pengecekan berkala di rumah sakit tidak perlu lagi menyewa transportasi umum.
Pemerintah perlu melakukan monitoring dan evaluasi berkala terhadap rumah singgah untuk memastikan fasilitas ini berjalan sesuai tujuan. Penilaian ini meliputi aspek kebersihan, keamanan, ketersediaan fasilitas, serta tingkat kepuasan pengguna. Hasil evaluasi harus menjadi dasar untuk perbaikan dan pengembangan fasilitas di masa depan.
Kesimpulan
Minimnya dukungan terhadap pembangunan rumah singgah di Banda Aceh menunjukkan kurangnya responsivitas pemerintah kota terhadap kebutuhan masyarakat kecil. Sehingga banyak rumah singgah yang dibangun dan dikelola oleh komunitas. Padahal, rumah singgah memiliki peran penting dalam jaringan pengamanan sosial dan dapat memberikan dampak langsung terhadap kesejahteraan pasien dan keluarganya.
Rumah singgah berperan penting dalam membantu masyarakat ke depan, pemerintah Kota Banda Aceh juga harus lebih serius dalam mengalokasikan anggaran dan sumber daya untuk pembangunan rumah singgah. Kolaborasi dengan pihak swasta dan LSM juga perlu diperkuat untuk memastikan fasilitas ini dapat dikelola secara optimal. Jika dikelola dengan baik, rumah singgah tidak hanya menjadi tempat tinggal sementara, tetapi juga simbol keberpihakan pemerintah kepada kelompok masyarakat yang paling membutuhkan.
Tidak cukup hanya sekadar mempublikasikan berita di media untuk menunjukkan kinerja. Pemerintah harus berkomitmen pada tindakan nyata yang memberikan dampak langsung dan berkelanjutan bagi masyarakat. Dengan adanya rumah singgah yang memadai, harapan akan terciptanya keadilan sosial dan layanan kesehatan yang lebih inklusif dapat terwujud di Banda Aceh.