Penulis adalah Iqbal, Mahasiswa Prodi Pengembangan Masyarakat Islam, Fakultas Dakwah Dan Komunikasi, UIN Ar-Raniry Banda Aceh.
Kepemimpinan berasal dari kata pemimpin yang artinya seseorang yang berada di depan dan memiliki pengikut.
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah kelompok yang diorganisasikan ke arah pencapaian tujuan (Rauch & Behling, 1984 hal. 46).
Gaya kepemimpinan tradisional adalah gaya yang dimana lebih mengutamakan tradisi, budaya, adat-istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan yang diwariskan secara turun temurun.
Yang dimana budaya atau kebiasaan kebiasaan yang diwariskan merupakan hasil daripada karya masyarakat lokal itu sendiri. Dalam istilah tradisi mereka memiliki sebuah kepercayaan norma yang tak tertulis dan yang mereka buat bersama sehingga mereka menjadikan itu sebagai patokan atau tolak ukur suatu kebenaran yang mereka yakini dalam kehidupan mereka. Contoh norma yang tidak tertulis:
Larangan pernikahan marga yang sama pada orang Batak (Tapanuli)
Upacara adat Naik Dango yang dilakukan masyarakat Dayak sebagai ungkapan rasa syukur atas panen padi
Tradisi Ikipalin di Papua berupa pemotongan jari saat kehilangan anggota keluarga
Norma tidak tertulis adalah aturan yang dijalankan masyarakat dan terbentuk dari kebiasaan atau adat di dalam kehidupan masyarakat tersebut. Norma tidak tertulis berkaitan dengan kesopanan, adat, dan tradisi yang sudah berlaku di kehidupan masyarakat.
Pelanggaran norma tidak tertulis dapat memperoleh sanksi sosial. Sehingga ketika masyarakat sudah berhasil menciptakan budaya-budaya baru tersebut wajib hukumnya bagi mereka untuk tetap mewariskan nya kepada generasi generasi selanjutnya agar adat-istiadat atau kebiasaan kebiasaan yang telah mereka bentuk dapat dilanjutkan ke masa depan atau masa yang akan datang nantinya/ Regenerasi, agar budaya mereka terjaga dan tersimpan dengan baik dalam sejarah mereka.
Gaya kepemimpinan tradisional memiliki ciri khas khusus dalam sistem pemilihan atau menentukan seorang pemimpin, pada umumnya gaya kepemimpinan tradisional dalam menentukan seorang pemimpin itu dapat berdasarkan keturunan atau tradisi yang didasarkan pada pewarisan jabatan yang sakral, namun tak hanya itu dalam sistem pemilihan seorang pemimpin mereka merujuk kepada kharisma dan prestasi spiritual dan amal baiknya kepada masyarakat dan kepribadian mereka yang menonjol di muka masyarakat, berdasarkan penerimaan atau pengakuan atas kewenangan yang diberikan kepadanya oleh masyarakat/Legitimasi melalui adat dan ritual dengan cara melaksanakan rangkaian upacara yang melibatkan masyarakat, roh-roh nenek moyang dan dewa-dewa, berdasarkan keterkenalan & pemberian, berdasarkan masyarakat, juga berdasarkan keputusan komunitas.
Hingga hal tersebut menjadi sebuah stigma yang baik menurut masyarakat karena biasanya mereka selalu aktif dalam setiap kegiatan kegiatan yang diadakan oleh masyarakat setempat yang mereka tinggali, dan mereka memiliki ciri seperti rajin dalam bergotong-royong, mudah berbaur dengan ibu-ibu, bapak-bapak, anak muda maupun anak kecil, mereka memiliki kepribadian yang menonjol baik dan memiliki peran yang banyak di khalayak umum.
Akan tetapi menurut penulis sendiri “nilai baik atau buruknya kepribadian seseorang tidak dapat diukur di khlayak umum akan tetapi kepribadian seseorang itu dapat dilihat dan diukur ketika dia sedang sendirian.”
Logika filosofis sederhananya dari penulis seperti ini “Bagaimana bisa kita menilai dan memastikan dari jauh bahwasannya sebuah gelas tersebut isinya adalah kopi susu ?” Artinya ( tidak mungkin kita bisa memastikan dari jauh bahwa isi dari gelas tersebut adalah kopi susu jika tanpa kita melihat, mencium, dan merasakannya langsung dari dekat).
Secara garis besar menurut penulis sendiri gaya kepemimpinan tradisional kurang tepat dan tidak cocok untuk diterapkan di era modern ini karena mempertimbangkan seiring berjalannya waktu, seiring berubahnya zaman, tentulah suatu keadaan itu tidak selama-lamanya akan tetap sama. Menurut penulis sendiri gaya kepemimpinan tradisional sangat statis pemikirannya dan sangat tertutup untuk budaya-budaya baru, kebiasaan kebiasaan baru, hal-hal baru, sebuah inovasi baru, sebuah ide kreatifitas baru dan tidak ingin berkembang, hanya ingin mempertahankan apa yang sudah ada. Tentunya hal tersebut sangat monoton dan sangat membosankan.
Kita bisa saja mempertahankan suatu tradisi budaya yang di diwariskan kepada kita akan tetapi menurut penulis sendiri, agar suatu budaya dan kebiasaan-kebiasaan yang telah diwariskan kepada kita tidak membuat kita merasa membosankan ketika menjalaninya kita bisa membuat sebuah inovasi baru untuk mengembangkan budaya yang lebih baik sehingga kita pun mudah untuk berkembang dan mudah untuk menerima suatu kondisi yang sifatnya dinamis seperti dari waktu ke waktu dan dari zaman ke zaman.
Dengan catatan kita harus tetap mempertahankan nilai-nilai yang ada di dalam. Penulis juga mengajak kepada pembaca agar kiranya dapat berpikir secara terbuka karena suatu pengetahan, hal yang baru, ilmu yang baru tidak mungkin didapatkan ketika hati, pikiran dan perasaan kita tertutup.
Penulis lebih setuju ketika kita sudah di era modern maka gaya kepemimpinan pun harus berubah dan disesuaikan dengan perkembangan zaman dan perubahan waktu ke waktu, maka dari itu penulis lebih sangat setuju jika di era zaman modern ini pemimpin harus memiliki gaya kepemimpinan yang modern dan memiliki logika modernisasi demi kebutuhan dan keberlangsungan hidup masyarakat, pengikut-pengikutnya, juga pemimpinnya yang diterima baik oleh masyarakatnya.
Gaya kepemimpinan modern memiliki beberapa karakteristik yang unik, berbeda dan sangat menarik untuk di ulas.
Mengenal Gaya Kepemimpinan Modern:
Transformasional: Menginspirasi dan memotivasi tim untuk mencapai tujuan bersama.
Partisipatif: Mendorong keterlibatan dan kontribusi tim dalam proses pengambilan keputusan.
Kolaboratif: Membangun kerjasama dan sinergi antar tim dan departemen. Adaptif: Fleksibel dan responsif terhadap perubahan lingkungan bisnis.
Inovatif: Mendorong kreativitas, inovasi, dan pengembangan ide baru.
Karakteristik Kepemimpinan Modern
Visi: Memiliki visi jangka panjang dan strategis.
Komunikasi Efektif: Berkomunikasi dengan jelas dan transparan.
Keterampilan Emosional: Mengelola emosi dan memahami kebutuhan tim.
Kepemimpinan Servant: Mengutamakan kepentingan tim dan organisasi.
Pengambilan Keputusan Cepat: Mengambil keputusan tepat waktu dan berbasis data.
Teori Kepemimpinan Modern
1. Teori Kepemimpinan Kontingensi (Fred Fiedler): Kepemimpinan disesuaikan dengan situasi.
2. Teori Kepemimpinan Transformasional (James MacGregor Burns): Kepemimpinan yang menginspirasi.
3. Teori Kepemimpinan Servant(Robert K. Greenleaf): Kepemimpinan yang melayani.
Contoh Pemimpin Modern
1. Elon Musk (Inovatif dan Visioner)
2. Jeff Bezos (Kolaboratif dan Adaptif)
3. Mary Barra (Transformasional dan Inklusif)
4. Sundar Pichai (Kolaboratif dan Inovatif)
5. Satya Nadella (Transformasional dan Adaptif)
Mengingat kembali tujuan utama kepemimpinan tradisional adalah mempertahankan “status quo” dalam artian mempertahankan keadaan atau kondisi yang ada saat ini tanpa mencoba untuk mengubahnya menambah, mengurangi maupun menghilangkan nya.
Sedangkan tujuan utama dari gaya kepemimpinan modern adalah mengutamakan logika modernisasi menerima inovasi baru dan ingin berkembang menuju zaman perubahan yang lebih baik serta memiliki visi dan misi yang sangat besar untuk keberlanjutan masa kedepannya yang jauh lebih baik.
Maka daripada itu cerdas lah dalam memilih seorang pemimpin karena apa yang kamu pilih akan menjadi tanggung jawab mu dan dan apa yang kamu pilih hari ini akan menentukan bagaimana nasibmu kedepannya.
“Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan dimintai pertanggungjawaban”
Sumber :
1. HR. Bukhari (no. 6739) dan Muslim (no. 1829) dari Abdullah bin Umar.
2. Kitab “Shahih Bukhari” dan “Shahih Muslim”.
Arti dan Makna
Hadits ini menekankan bahwa setiap individu memiliki amanat/tanggung jawab dalam berperan sebagai pemimpin, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, atau organisasi. Mereka akan dimintai pertanggungjawaban atas tindakan dan keputusan mereka.
Orang yang bijaksana adalah orang-orang yang berpikir sebelum bertindak, berpikir sebelum berbicara, berpikir sebelum melakukan sesuatu dan berpikir apa sebab dan akibatnya nanti.