ACEH BESAR— Andis Febrina, siswi Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 3 Aceh Besar, tengah meniti panggung riset tingkat nasional dengan membawa isu yang amat lokal, namun bergaung global: ekologi dan Maqasid al-Syari’ah dalam konservasi hutan. Pada Minggu, 28 September 2025, Andis didampingi guru pembimbingnya mempresentasikan proposal penelitian yang diberi judul mendalam, “Eko-teologi dan Maqasid al-Syari’ah: Studi Kasus Gerakan Mpu Uteun dalam Konservasi Hutan di Aceh.”
Presentasi yang dilakukan secara daring di MAN 3 Aceh Besar itu menjadi penentu langkah Andis menuju babak Grandfinal Olimpiade Madrasah Indonesia (OMI) Riset yang dilaksanakan oleh Kementerian Agama RI. Di balik senyum tipisnya, ada beban ekspektasi sekaligus harap agar risetnya ini bukan sekadar piala, tetapi juga cermin bagi kebijakan konservasi yang lebih membumi.
Dari Hutan Rimba ke Panggung Ilmiah
Berbeda dengan riset sains murni yang kerap berkutat di laboratorium, riset Andis Febrina justru menjelajah hutan rimba Aceh. Ia mencoba merajut benang merah antara kearifan lokal dalam menjaga hutan—yang diwakili oleh gerakan Mpu Uteun (Penjaga Hutan)—dengan kerangka hukum Islam yang dikenal sebagai Maqasid al-Syari’ah, khususnya dalam menjaga lingkungan (hifdz al-bi’ah).
“Kami melihat ada ironi. Di satu sisi, Aceh punya tradisi menjaga hutan yang kuat, namun di sisi lain, laju deforestasi tetap menghantui,” ujar Ismail, S.Pd.I., M.Ag., salah satu guru pembimbing. Ia menambahkan, Andis tidak hanya mengumpulkan data, tetapi juga mencoba mempelajari bagaimana nilai-nilai teologis dapat menjadi benteng terakhir bagi keberlangsungan ekosistem.
Pembimbing kedua Rizka Ayu Putri, S.Si., menyebutkan Andis menyajikan proposalnya dengan data awal yang lugas, mencoba membuktikan bahwa konservasi hutan akan lebih efektif jika didasarkan pada kesadaran iman dan kearifan tradisi, alih-alih sekadar regulasi yang terkesan elitis.
Taruhan di Babak Akhir
Keberhasilan Andis melaju ke Final Olimpiade Madrasah Indonesia adalah pencapaian langka. Riset yang ia bawa menawarkan perspektif segar di tengah hiruk pikuk perdebatan kebijakan lingkungan. Tim pembimbing berharap, dengan sentuhan data yang lebih kuat dan narasi yang tajam, Andis dapat menembus babak Grandfinal dan membawa isu ‘Mpu Uteun’ ke hadapan publik yang lebih luas.
“Ini bukan hanya tentang menang, tapi tentang membawa suara dari rimba hutan Aceh, ke pusat perdebatan nasional,” tegas Rizka.
Saat ini, doa dan dukungan mengalir deras untuk Andis. Jika berhasil menembus Grandfinal, risetnya berpotensi menjadi referensi penting dalam melihat konservasi hutan bukan hanya sebagai urusan negara, melainkan juga sebagai urusan iman. Sebuah jembatan antara teologi dan ekologi, yang mungkin hanya ditemukan di hutan-hutan Aceh.[]