BANDA ACEH – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh mengajak Pemerintah Pusat untuk saling percaya dan benar-benar komit menjalankan amanat perdamaian Aceh sebagai yang tertuang dalam perjanjian atau MoU di Helsinki antara GAM dan RI.
Hal ini disampaikan Ketua DPR Aceh, Teungku Muhammad Sulaiman, atau akrab disapa Teungku Tunong, dalam pidatonya di acara peringatan 14 tahun perdamaian Aceh, di Taman Ratu Safiatuddin, Kota Banda Aceh, 15 Agustus 2019.
“Komitmen yang tidak kalah penting antara RI dan GAM, adalah bertekad untuk membangun rasa saling percaya. Ini tentu bukan sesuatu yang dapat diperoleh seketika dan gampang. Diperlukan akal budi yang tinggi sehingga di suatu titik nanti akan menjadi rasa saling percaya permanen dan berkelanjutan,” ujar Teungku Tunong.
Sambutan ini mendapat dukungan dari para undangan yang hadir dari berbagai negara. Berikut pidato lengkap Ketua DPR Aceh, Teungku Muhammad Sulaiman, pada acara tersebut:
Saat ini kita telah melalui 14 tahun perdamaian Aceh, mengenang tepatnya 15 Agustus 2005 yang lalu saat penandatanganan perjanjian damai Aceh atau yang lebih dikenal dengan nama Memorandum Of Understanding (MoU) Helsinki, Antara Pemerintah Republik Indonesia (RI) dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), yang menegaskan komitmen kedua pihak untuk menyelesaikan konflik Aceh yang telah berlangsung selama 29 tahun lebih, secara damai, menyeluruh, berkelanjutan dan bermartabat bagi semua.
Filosofi yang terkandung dari komitmen kedua pihak itu sangat kuat, tegas dan secara jelas bertekad tidak akan kembali kepada konflik di masa lalu, dan bahwa penyelesaiannya akan dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan serta bermartabat, yang bermakna akan saling menguntungkan dan menjaga harga diri dan kehormatan dari kedua belah pihak, dan tentunya juga bagi rakyat Indonesia umumnya serta rakyat Aceh secara keseluruhannya.
Dalam bahagian lain MoU Helsinki, komitmen yang tidak kalah penting yang telah dibangun oleh kedua pihak yang terlibat dalam konflik adalah pemerintah RI dan GAM bertekad untuk membangun rasa saling percaya. Tekad dan komitmen saling membangun rasa percaya ini tentu bukanlah sesuatu yang dapat diperoleh seketika dan dengan gampang. Dibutuhkan kemampuan akal budi yang tinggi untuk maksud ini, dengan memperlihatkan sikap dan perilaku dapat dipercaya, sehingga di suatu titik nanti akan menjadi rasa saling percaya yang permanen dan berkelanjutan.
Bapak/ibu yang kami muliakan.
Membangun rasa saling percaya membutuhkan rasa ikhlas dan kemampuan untuk memahami karakter serta keinginan pihak lainnya, agar dapat saling melengkapi dalam sebuah komunikasi yang jujur dan terhormat, bahwa perdamaian bukanlah sesuatu hal yang dapat dilakukan dalam waktu sekali jadi, artinya rasa percaya harus terus dipupuk dengan memperlihatkan kejujuran dan keikhlasan untuk keberlangsungan hubungan baik diantara kedua pihak secara terus menerus.
Selama kurung waktu 14 tahun ini, kita melihat bahwa pemerintah RI telah melakukan berbagai hal guna memenuhi komitmen yang dibuat di Helsinki, Finlandia, pada 15 Agustus 2005 lalu, berupa pemberian amnesti, penarikan pasukan non organik, pembentukan UUPA, pembentukan lembaga Wali Nanggroe serta dana reintegrasi sejak tahun 2006 sampai tahun 2012 yang lalu, serta membangun Aceh pasca tsunami. Di pihak lain komitmen Gerakan Aceh Merdeka juga telah mematuhi decommissioning (penghancuran) semua senjata amunisi dan alat peledak, yang ikut dipantau oleh Aceh Monitoring Mission (AMM), melakukan demobilisasi pasukan GAM, membentuk partai lokal berazas Pancasila dan UUD 1945, sebagaimana komitmen bahwa GAM akan serta terlibat dalam semua proses demokrasi dan adil dalam bernegara kesatuan republic Indonesia, pemilihan baik ditingkat kepala daerah bupati, walikota dan gubernur, dan juga terlibat dalam proses pemilihan legislative di tingkat lokal dan nasional, serta terlibat juga dalam proses pemilihan presiden dan wakil presiden, sejak tahun 2009 sampai tahun 2019, yang kesemua itu merupakan manifestasi dari kedaulatan rakyat dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di Aceh.
Bapak/ibu yang kami muliakan.
Ke semua komitmen yang telah ditunjukan oleh pihak RI dan pimpinan GAM, telah membuktikan bahwa secara realitas tidak ada lagi pertentangan dan atau konflik secara ideologis sebagaimana di masa lalu, yang dapat menghalangi kedua pihak untuk mencapai komitmen damai Aceh, serta membangun rasa saling percaya, dan memenuhi semua komitmen lainnya yang telah dijanjikan di Helsinki Finlandia pada 15 Agustus 2005, yang juga turut disaksikan masyarakat dunia. Juga tidak terlihat potensi yang membawa kembali kedua pihak saling berhadapan di masa mendatang. Disebabkan itu, akan terlihat sangat aneh dan mengherankan jika ada sebuah pendapat dan atau sebuah konspirasi yang menyebutkan bahwa partai politik lokal, khususnya Partai Aceh, sebagai sebuah komitmen yang dibentuk berdasarkan UU Republik Indonesia, disebut harus dikerdilkan dan atau dihilangkan, karena berpotensi akan merongrong NKRI.
Pendapat dan atau konspirasi ini hanya mungkin dilakukan oleh pihak-pihak yang anti perdamaian Aceh sejak awalnya dan sekaligus penikmat konflik Aceh, guna bertujuan mendapatkan kemudahan ekonomi serta muatan dimensi kekuasaan secara pribadi dan atau kelompok. Individu atau kelompok ini yang dalam tindakannya akan selalui mengabaikan nilai nilai peradaban, kehormatan dan rasa kemanusiaan, harus terus diwaspadai baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah Aceh serta elemen masyarakat Aceh lainnya, agar tidak sampai merusak perdamaian Aceh dan menggiring kembali Aceh dalam konflik di masa yang akan datang.
Bapak ibu yang kami muliakan.
Dalam memperingati 14 tahun kesepakatan damai Aceh, DPR Aceh tetap berkomitmen mendorong kedua belah pihak RI dan GAM untuk tetap melanjutkan komitmen yang masih tertinggal, baik berupa penyempurnaan UUPA sebagai regulasi hokum yang diharapkan membawa dampak kesejahteraan dan keadilan bermartabat bagi masyarakat Aceh, maupun komitmen lainnya yang tidak masuk dalam regulasi UU, diantara proses reintegrasi dan pendanaan yang relative kecil dan saat ini telah menjadi tanggungjawab APBA, dimana dalam komitmen di dalam MoU Helsinki pada 15 Agustus 2005, secara jelas adalah merupakan tanggungjawab pemerintah pusat yang didanai APBN yang dilaksanakan Pemerintah Aceh. Dan termasuk di dalam komitmen ini adalah pemberian kemudahan ekonomi bagi mantan kombatan GAM, yang juga meliputi pengalokasian tanah pertanian dan dana yang memadai, ini juga berlaku terhadap tahanan politik dan masyarakat yang terkena dampak konflik.
Untuk maksud pemberian kemudahan ekonomi ini, diperlukan kebijakan khusus dari pemerintah pusat agar semua mantan kombatan GAM memperoleh dan dapat menikmati arti sebuah perdamaian dalam kehidupannya. Diantara kemudahan yang dimaksud termasuk pekerjaan dan atau jaminan social yang layak dari Pemerintah Aceh, yang dalam hal ini meliputi pembiayaan dan system serta kebijakan dibantu dan didanai oleh pemerintah pusat. Hal ini penting kembali diingatkan agar proses perdamaian Aceh yang saat ini telah menjadi semacam model dan contoh bagi penyelesaian konflik di seluruh dunia, khususnya di Asia Tenggara, ini dapat berlangsung secara berkelanjutan dan permanen.
Bapak ibu yang kami muliakan.
DPR Aceh, dalam rentang 10 tahun sejak 2009, yang telah terlibat Partai Aceh di dalamnya, sudah melahirkan berbagai qanun yang merupakan turunan dari UUPA, yang merupakan hasil dari penjabaran MoU Helsinki yang telah disahkan oleh RI dengan DPRI dalam membentuk UUPA, dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Dan beberapa peraturan pemerintah (PP) yang telah juga diselesaikan oleh RI. Namun masih banyak regulasi lanjutan yang masih diperlukan untuk dapat menemukan bentuk ideal dari komitmen yang ditandatangani oleh kedua belah pihak RI dan GAM tersebut.
Untuk maksud mengetahui secara detail dan akademis serta historis apa yang telah terjadi di Helsinki-Finlandia pada 15 Agustus 2005 di waktu lalu, dalam proses membangun komitmen damai diantara RI dan GAM, DPR Aceh telah membentuk tim kajian dan advokasi MoU Helsinki dan UUPA dengan surat keputusan pimpinan DPR Aceh nomor 16/PMP/DPRA/2019, guna melakukan kajian akademis perjanjian tersebut dan menulisnya dalam naskah akademik, yang ini juga akan menjadi catatan sejarah hasil perjuangan rakyat Aceh, serta implikasi dari implementasi UUPA terhadap pertumbuhan ekonomi Aceh pasca 14 tahun MoU Helsinki, yang merupakan hasil dari kesepakatan pemerintah pusat dengan DPR RI Pada 15 Agustus tahun 2006 yang lalu, dan sekarang berlaku untuk Aceh sebagai wilayah khusus dalam NKRI.
Bapak ibu yang kami muliakan.
Demikian sambutan dari kami, pada akhirnya sekali lagi kami selaku pimpinan DPR Aceh terus mengajak semua pihak agar memaknai kegiatan ini dengan makna yang sesungguhnya. Kegiatan yang dilaksanakan hari ini diharapkan jangan hanya sebatas seremonial namun dapat melahirkan langkah langkah kongkrit untuk keberlangsungan perdamaian Aceh yang telah berumur 14 tahun. Kiranya kita semua sehat walafiat, selalu dalam lindungan Allah Swt untuk tetap memberikan pengawalan kekhususan Aceh, serta bersama sama kita rawat perdamaian Aceh agar selalu siap menghadapi pengaruh dan gejolak ke depan, amin.
Tertanda
Muhammad Sulaiman SE, M.S.M