PRIA itu berkulit sawo matang. Raut wajahnya terlihat keras. Tampangnya sangar. Urat tangan dengan jelas terlihat dari kejauhan.
Ia adalah Burhanuddin, mantan kombatan GAM Aceh Rayeuk, yang kini berprofesi sebagai nelayan di Lhok Krueng Raya, Kabupaten Aceh Besar.
“Lon mantan pasukan Gajah Keng,” ujar Burhanuddin. Gajah Keng adalah kesatuan elit GAM di Aceh Besar saat Aceh masih berkonflik.
Sama halnya seperti kombatan GAM lainnya, Burhan juga memiliki banyak cerita tentang kontak tembak antara pihaknya dengan TNI.
“Antara hidup dan mati. Tapi mungkin tuhan menyelamatkan saya sehingga masih bisa beraktivitas seperti sekarang,” ujarnya kepada atjehwatch.com, Minggu siang, 8 September 2019, di Warkop Dekmi, Darussalam.
“Itu kisah dulu. Saat ini saya hanyalah nelayan biasa di Krueng Raya,” katanya. Saat itu ia ditemani oleh Panglima Laot Lhok Krueng Raya, Imran, dan Pawang Amri.
Burhan lebih memilih menjadi nelayan usai Aceh berdamai. Namun tantangan yang dihadapi oleh Burhan jauh lebih besar.
“Dulu saya memiliki boat (perahu-red). Namun kemudian rusak dan saat banjir bandang melanda Krueng Raya, beberapa tahun lalu, boat saya dibawa ke laut oleh arus. Ini bencana alam dan saya tak bisa menyalahkan siapa-siapa,” katanya.
Usai bencana tadi, Burhan terpaksa menumpang boat milik orang lain demi mencari sesuai nasi untuk keluarga.
“Saya memiliki 3 orang anak. Kalau saya berdiam diri, anak istri tak makan. Saya juga tak mau meminta minta sama orang hanya karena pernah mengangkat senjata. Saya malu,” ujarnya.
“Jadi kalau misalnya saya naik boat ini pada hari ini, besoknya setelah pulang dan membawa hasil ke rumah, saya minta naik boat orang lain lagi,” katanya lagi.
Burhan bercerita, kondisi paling sulit dalam hidupnya, terjadi beberapa waktu lalu. Saat itu, ia divonis sakit paru paru oleh dokter dan diharuskan berdiam diri di rumah. Secara otomatis, ia tidak bisa melaut dan kebutuhan rumah pun kosong. Anak dan istrinya hampir tak makan. Ia hanya bisa berharap dari santunan keluarga dan tetangga.
“Alhamdulillah kemudian sedikit sembuh. Pawang Amri mengamanahkan boatnya untuk saya bawa melaut. Hasilnya kami bagi dua,” jelas Burhan.
Namun, katanya lagi, cobaan terhadapnya kembali menerpa. Boat Pawang Amri patah karena dihempas ombak di tengah laut. Beruntung dirinya dapat diselamatkan oleh nelayan lainnya yang sedang memancing tak jauh dari boatnya berada saat itu.
“Boat itu tenggelam. Saya di bawa ke daratan oleh nelayan lain. Itu sekitar dua bulan lalu. Sejak saat itu, saya kembali harus menumpang sama nelayan lain jika ingin melaut. Tak melaut, anak istri kelaparan,” ujar Burhan.
Sementara itu, Panglima Laot Lhok Krueng Raya, Imran, berharap ada orang yang bisa membantu nelayan seperti Burhan dan para nelayan lain di Krueng Raya.
“Burhan sangat berharap adanya boat. Karena dengan boat itu, maka asap dapur keluarga nelayan seperti Burhan, tetap hidup. Selama ini, saya sudah mencoba meminta bantu dan membuat proposal ke DKP kabupaten dan DKP provinsi, tapi ada saja persoalan. Sedangkan bantuan tak kunjung datang,” ujarnya.
“Kalau ada yang mau membantu, saya sangat bersyukur. Saya menggantung asa ini kepada seluruh rekan rekan seperjuangan yang kini berada di pemerintahan. Bantu kami dengan bantuan boat. Boat berbadan kecil saja untuk saya melaut. Saya ada di Krueng Raya, Aceh Besar. Kalau diminta untuk datang ke gedung pemerintah, saya malu karena saya tak suka menadahkan tangan,” kata Burhan lagi.[]