KUTACANE – Oknum pejabat Dinas Pertanian Aceh Tenggara diduga turut berperan serta atas kelangkaan pupuk di Aceh Tenggara. Oknum tersebut diduga bermupakat jahat dengan sejumlah tengkulak dan distributor nakal.
Hal itu dikatakan Drs. Aminudin M kes, anggota Komisi II DPR Aceh Komisi II saat dikonfirmasi atjehwatch.com, Minggu 22 September 2019.
“Kemaren saat rapat kerja dengan Dinas Pertanian Perkebunan Aceh, saya tanyakan ke kepala dinas, statement pak Hananan, itu adalah permainan oknum-oknum di Dinas Pertanian Agara yang menangani pupuk itu sendiri,” kata Aminudin M kes menjawab atjehwatch.com, Minggu 22 September 2019.
Menurut Aminudin, dari hasil Pansus sejumlah anggota DPR Aceh ke Aceh Tenggara sebulan yang lalu, pihaknya mendapat laporan dari sejumlah petani yang mengaku kesulitan untuk mendapatkan pupuk. Bahkan ada petani yang harus berurusan dengan penegak hukum karena mencoba membawa pupuk urea subsidi dari kabupaten tetangga Tanah Karo dan Gayo Luwes.
“Saat kami melakukan Pansus sebulan yang lalu, kami mendapat laporan dari petani yang mengaku kesulitan mendapatkan pupuk, ada sebahagian mereka bahkan berurusan dengan aparat penegak hukum karena membawa pupuk dari luar teritorial Aceh Tenggara,” ujar Aminudin.
Untuk menindaklanjuti persoalan tersebut tambah Aminudin, pihak Komisi II DPRA bekerjasama dengan Distanbun Aceh, sudah membentuk tim gabungan dari instansi terkait yang akan turun ke Aceh Tenggara untuk melakukan investigasi guna mengatasi persoalan tersebut.
“Saya sudah pertanyakan ke kepala dinas pertanian dan perkebunan Aceh terkait upaya mengatasi persoalan itu, pak Hananan mengaku sudah membentuk tim gabungan dari instansi terkait untuk melakukan investigasi ke Aceh Tenggara,” tutup Aminudin.
Berita sebelumnya, pupuk subsidi pemerintah jenis Urea kembali langka di Aceh Tenggara. Kelangkaan tersebut sudah berlangsung sejak awal juli 2019. Seperti diungkapkan Rk (30), petani jagung warga Desa Lawe Sagu Hulu, Kecamatan Lawe Bulan, Aceh Tenggara, Kamis 22 Agustus 2019.
“Sudah dua bulan susah pupuk urea, kalau kita beli di pengecer tidak ada, yang ada hanya urea non subsidi,” ujarnya.
Menurut RK, sebagai petani jagung, dirinya sangat membutuhkan pupuk jenis urea tersebut untuk menyuburkan tanaman. Kelangkaan pupuk Urea ini membuatnya khawatir tanaman jagungnya tidak berproduksi maksimal sehingga berpotensi gagal panen.
RK menambahkan, untuk mengatasinya, ia harus mengeluarkan kocek lebih dalam untuk membeli pupuk Urea non subsidi yang dijual seharga Rp 250 ribu/sak (50 Kg). Harga Urea non subsudi ini jauh lebih mahal dari Urea subsudi yang biasa dijual pengecer seharga Rp 100 ribu/sak.
“Ya, mau tidak mau harus beli urea yang non subsidi, harganya Rp 250 ribu/sak. Kalau yg subsidi biasa dijual Rp 100 ribu/sak (50 Kg),” ujar RK.
Dalam sekali tanam, tanaman jagung milik RK yang mempunyai luas lahan satu hektar membutuhkan sekitar 10 sak (500 Kg) pupuk Urea.
Tidak hanya petani jagung, kesulitan pupuk ini diduga menimpa banyak petani lainnya di Aceh Tenggara.
Hasil pantauan wartawan di sejumlah toko pertanian di pasar Inpres, kota Kutacane, dari tiga toko pertanian yang biasa menjual Urea subsidi mengaku sejak awal 2019, mereka tidak mendapatkan pasokan dari distributor.
“Yang subsidi kosong bang, yang ada Urea non subsidi. Sejak awal 2019 toko kita tidak mendapat pasokan dari distributor,” ujar salah seorang penjaga toko di Jln Kenari, pasar Inpres Kutacane, Kamis.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Aceh Tenggara Irfan Iskandarsyah yang dikonfirmasi via messengger miliknya, tidak menjawab pertanyaan wartawan, meski sudah membaca isi pesan.
Laporan Sapti Andri