Banda Aceh – Pemerintah Aceh diminta untuk melaksanakan festival saman tingkat dunia setiap tanggal 24 November, karena saman saat ini bukan lagi milik Gayo dan Aceh, tetapi sudah menjadi milik dunia.
“Perlu digelar Festival Saman tingkat dunia di Aceh, karena Saman harus menjadi imajinasi publik tentang kehidupan bersama yang lebih baik,” kata Staf Ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Republik Indonesia Bidang Inovasi dan Daya Saing Ir. Ananto Kusuma Seta, M.Sc., Ph.D., saat membuka Seminar Nasional Seni Saman 2019 di Anjong Mon Mata, Banda Aceh, Senin 23 September 2019.
Menurut Ananto Kusuma, seni Saman dari Gayo Lues sudah mendapat pengakuan dunia, berarti sudah bukan lagi milik Gayo dan Aceh, tetapi sudah milik nasional dan dunia.
“Ini menandakan bahwa nilai dalam syiar Saman itu bagian dari pencerah masyarakat dunia,” ujar Ananto Kusuma.
Katanya, setelah mendapat pengakuan dunia, lantas bagaimana saman sekarang? dalam kondisi dunia yang hiruk pikik seperti sekarang, bagaimana peran Saman?
“Saman itu bukan sekedar tarian. Didalam Saman sekitarnya ada budaya yang harus diselebrasikan,” ujar Ananto.
Selain itu–lanjutnya—kebudayaan adalah ekspresi memanusiakan manusia, karena Kebudayaan adalah Driver dan Inover bagi pembangunan, tidak mungkin pembangunan sukses tanpa meletakan Budaya sebagai imam.
“Pendidikan nasional itu juga berlandaskan pada kebudayaan masing-masing daerah, karena pendidikan bagian dari kebudayaan,” lanjut Ir. Ananto Kusuma Seta.
Hadir pada acara pembukaan Seminar Nasional Saman 2019 bertajuk “Strategi pemajuan Saman di Indonesia, antara Harapan dan Realita”, Mewakili Plt Gubernur Aceh Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Aceh Jamaluddin, Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Aceh Irini Dewi Wanti, S.S.,MSP., dan undangan dari akademisi, pelaku seni, dan peserta Seminar Saman.
Pembicara yang tampil hari ini, Selasa 24 September 2019 di Anjong Mon Mata sebanyak 8 Narasumber dari Nasional dan Internasional. (ji)