LHOKSEUMAWE – Setelah terjadinya penandatanganan nota kesepahaman bersama antara Pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), justru sejumlah kelompok jihadis malahan semakin menguat.
Pengamat Terorisme Indonesia Al-Chaidar mengatakan, pasca-meleburnya GAM menjadi Komite Peralihan Aceh (KPA), beberapa kelompok religius merespons perjanjian itu secara parokial.
“Beberapa kelompok religius seperti, Majelis Pemerintahan GAM (MP-GAM) dan Aceh Sumatra National Liberation Front (ASLNF), ada yang berada di luar negeri dan sebagian lagi ada yang mengasingkan diri ke Bukit Jalin, Jantho, Aceh Besar dan Aceh Timur,” ujar Al-Chaidar kepada Tagar, Sabtu, 28 September 2019.
Dalam catatannya, pada tahun 2009 silam kelompok tersebut sempat melakukan teror terhadap orang-orang Amerika dan Eropa yang sedang membantu proses rekonstruksi di Aceh setelah tsunami 2004.
Kelompok jihadis, kata dia, beradaptasi secara ideologis mengikuti gerakan transnasional Wahabi dari Timur Tengah. Meskipun sejumlah anggota kelompok itu berhasil ditumpas, namun bibit-bibit ideologinya masih terus tumbuh.
Pada tahun 2017, bibit kelompok jihadis yang berjumlah sekitar 80 anggota muncul dalam bentuk hybrid, yaitu kelompok Yahdi ilar Rusydi di Idi, Aceh Timur. Bahkan dalam beberapa minggu yang lalu, mereka baru menyebarkan video ancaman terhadap orang non-Aceh.
“Kelompok ini menamakan diri Tentara Islam Aceh Darussalam (TIAD), telah menyebar video berisikan ancaman kepada orang non-Aceh untuk segera meninggalkan daerah yang dikenal dengan sebutan Serambi Mekkah itu, sebelum tanggal 4 Desember,” tutur Al-Chaidar.
Dia menambahkan, tahun 2018 muncul kelompok Abu Hamzah di Gunung Salak, perbatasan Aceh Utara dan Bener Meriah, dengan jumlah 59 pengikut bercadar dan celana cingkrang, serta memiliki senjata.
Kelompok tersebut kemudian berafiliasi dengan Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS). Untuk wilayah Aceh pimpinannya adalah Aulia cs, yang bertugas membuat aliansi ideologi takfiri yang semakin menguat di Tanah Rencong.
Bukan hanya itu saja, kelompok jihadis tersebut kemudian menarik kelompok-kelompok etnonasionalis lain, seperti kelompok Lam Teuba, Abu Granat, Teungku Rizal Kutablang, Gambit, dan mantan anggota Pasukan Peudeung Sawang ke dalam aliansinya yang semakin gemuk.
“Kelompok jihadis Aceh yang semula tidak melakukan perampokan atau penculikan, kini mulai memasukkan unsur kriminal ke dalam gerakannya. Jika kelompok fundamentalis agama dan kriminalitas bersatu, maka akan menghasilkan gerakan teroris yang sangat mengerikan,” kata Al-Chaidar. []