Pak Amin tak lagi seperkasa dulu. Kini ia menepi dari sorotan media. Suaranya bak ditelan bumi. Ia tak lagi segarang masa kampanye. Saat itu ia berdiri di atas panggung untuk menyorot kinerja Illiza yang dianggap gagal memenuhi kebutuhan dasar warga kota terkait distribusi air bersih.
“Saya akan menganggarkan Rp 30 miliar untuk PDAM Tirta Daroy agar penyaluran air bersih di seluruh Kota Banda Aceh berjalan lancar,” ujar Amin saat masih berstatus calon wali kota dalam kopi morning dengan para wartawan di Tower Premiun, 20 Januari 2017.
Tapi kalimat itu untuk dua tahun lalu. Kini waktu Amin kini lebih banyaknya dihabiskan di balai kota. Sesekali ia mengolah si kulit bundar untuk kesehatan dan menggelar zikir di pendopo demi membuminya syariat.
Tak ada yang salah dengan bola dan zikir. Tapi pemerataan distribusi air bersih harusnya juga menjadi focus utama. Biar sama-sama bersyariat.
Riuh macet distribusi air bersih menjadi pembahasan serius di Kota Banda Aceh selama tiga pekan terakhir mungkin tak sampai ke mejanya.
Padahal komitmen Aminullah untuk memberikan pelayanan air bersih selama kepemimpinannya di Banda Aceh sedang dipertanyakan.
Komitmen memberikan pelayanan air bersih ternyata masih jauh dari harapan. Padahal kepemimpinan Aminullah-Zainal sudah berjalan dua tahun lebih.
“Pak Amin action tinggi tapi loyo di penetrasi,” kata Irmasuryani, warga Lamteh, Ulee Kareng, Kota Banda Aceh, Rabu 9 Oktober 2019.
Kekesalan tersebut disampaikan Irma, demikian sosok ini disapa, terkait keberadaan air PDAM yang macet hampir dua pekan terakhir. Irma mengaku masih ingat dengan janji Aminullah di kampanye 2017 lalu yang mengatakan akan memprioritaskan pelayanan air bersih untuk warga Kota Banda Aceh.
“Karena janji itu, saya dan keluarga memilih beliau,” kata Irma.
Di publikasi selama ini, kata Irma, Pemko mengklaim meraih kesuksesan di sejumlah bidang selama dua tahun terakhir. Tapi janji pokok soal air bersih tak kunjung didapatkan oleh mereka yang tinggal di Banda Aceh.
“Di media dibilang gebrakan ini itu. Datang ke PDAM. Fotonya besar-besar lagi di sana (kantor PDAM-red). Pencitraan tinggi tapi realisasi minim. Banyak gaya tapi loyo direalisasi. Syoeh ujong,” ujar Irhamna, warga Ulee Kareng lainnya.
Protes tentang macetnya air PDAM di Kota Banda Aceh ternyata juga menjadi pembahasan hangat di media social Facebook.
“Ooo ka kon nyoe walikota banda aceh ka 3 uroe hana ji tubiet ie PDAM, pue neu pxxxxk inan di kanto,” tulis warganet berakun Syam Padusen Camuss.
“Walkot B. Aceh telah melanggar undang-undang Republik Indonesia nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan public.#PDAMsudah3haritidakmengalir,” tulis Syam lagi.
Fadhli Abdullah Adam, warganet lainnya yang tinggal di Banda Aceh juga mengkritik hal yang sama di social media Facebook. Pria yang akrab disapa Petrus ini mengkritik soal air PDAM yang macet di Banda Aceh.
“Pak walikota pun a neu teupu, loeng jinoe di pep pep sabe le Jihan Prossa gara gara air PDAM droe neuh di teubiet angen watee ta tarek ngoen sanyo ka padum uroe padum malam..nyan bek sampe di taleuk loeng le inoeng gara gara pdam droe neuh pak amin beh,” tulisnya.
Komplain sejumlah warga ternyata tak disambut dengan pembaikan kinerja dari PDAM Tirta Daroy itu sendiri. Selain macet yang hampir berlangsung tiga Minggu, air PDAM yang mengalir ke rumah-rumah warga, kini juga berlumpur dan bau.
“Ini bisa dilihat sendiri. Airnya berlumpur dan bau,” ujar Rizal, 39 tahun, warga Lamgugop Kota Banda Aceh.
Kondisi ini, kata Rizal, berlangsung hampir beberapa hari terakhir. Sebelumnya memang macet total selama sepekan lebih.
“Kalau masalah komplain, hampir setiap hari. Tapi tak pernah ditanggapi. Makanya susah. Pak Amin sendiri sepertinya sudah tutup mata terkait hal ini,” ujar Rizal lagi.
Kondisi air PDAM yang berlumpur dan bau ini membuat warga kesal. Air PDAM seperti warna kopi sanger di Lamgugop dan sekitar.
Padahal, kata Rizal, Banda Aceh sebagai Kota Gemilang mencanangkan pelaksanaan sebagai daerah percontohan syariat Islam bagi Aceh dan Indonesia.
“Bagaimana mau bersyariat jika air saja sebagai kebutuhan dasar tak mampu dipenuhi. Mandi wajib, bersuci dan sebagainya jadi kendala utama selama ini. Masak kami harus mandi di masjid tiap hari?” ujar Rizal.
“Distribusi air bersih juga bagian dari kampanye bersyariat secara kaffah di Banda Aceh. Ini harapan kami.”
“Bayar mahal-mahal tapi air berlumpur dan bau. Saat kita complain, wali kota minta bersabar dan manajemen tersenyum,” ujar Nurlelawati, warga Ulee Kareng yang mengaku sudah berulang kali mengadu soal buruknya pelayanan PDAM di Banda Aceh.
“Kami saat ini terpaksa beli air galon untuk keperluan sehari-hari,” katanya lagi. []