BANDA ACEH – Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Banda Aceh menggagas diskusi bahayanya paham radikalisme yang menajadi isu hangat di tengah-tengah masyarakat akhir-akhir ini, Minggu 3 November 2019, di Aula Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Banda Aceh.
Ketua Tanfidziah PCNU Kota Banda Aceh, Tgk Rusli Daud, S.Hi mengatakan diskusi tersebut diadakan karena melihat adanya multitafsir tentang istilah radikalisme dan sejenisnya di tengah masyarakat, sehingga menjadi kegamangan dan salah paham terhadap istilah tersebut. Jika kegamangan itu tidak diperjelas, maka akan menimbulkan sumber konflik yang mengakibatkan terpecah belahnya umat dan hilangnya peradaban.
“Maka PCNU berinisiatif untuk men-tabayun-kan dan mencari informasi apa sesungguhnya radikalisme, sehingga tidak menimbulkan salah paham lagi di masyarakat, khusus masyarakat Kota Banda Aceh yang menganut mazhap ahlussunah waljamaah,” ungkap Tgk Rusli Daud.
Oleh karena itu pihaknya bekerjasama dengan Kemanag Kota Banda Aceh mengundang narasumber yang berkompeten di bidang pencegahan radikalisme dan terorisme. Acara tersebut diisi oleh dua narasumber yaitu Kepala Bidang Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme Provinsi Aceh, Dr Mukhlisuddin Ilyas dan Kakankemenag Kota Banda Aceh, Drs Asy’ari MSi.
Dalam paparannya, Mukhlisuddin berbicara tentang bahaya dan potensi radikalisme di Aceh. Ia mengatakan selama ini istilah radikalisme sering diarahkan ke orang Islam karena kalau belajar Islam secara utuh disebut radikal atau mengakar, tetapi bukan itu yang dimaksudkan radikal melain mereka yang melakukan kekerasan dan intoleransi. Hal itu dikarenakan adanya kesalahan dalam bajajar Islam.
“Radikalisme bisa terpengaruh siapa pun. Tak hanya orang miskin, orang kaya pun bisa juga terlibat radikalisme. Bahkan kekecewaan terhadap kebijakan pemerintah pun bisa mengakibatkan radikalisme di kalangan masyarakat,” ujar peneliti lulusan Universitas Negeri Medan tersebut.
Maka menurut Mukhlis masyarakat jangan salah pilih guru dalam belajar agama. Karena jika salah pilih guru atau salah pilih kitab maka akan mempengaruhi pemahaman terhadap Islam itu sendiri.
Sementara itu, pemateri kedua diisi oleh Kakankemenag Kota Banda Aceh, Asy’ari. Dalam materinya lebih membahas peran institusi negara dalam mereduksi paham radikalisme di era milenial.
Katanya, negara menaruh perhatian khusus terhadap maraknya paham radikalisme di negara ini. Ketika Jokowi dilantik beberapa waktu lalu langsung memerintahkan beberapa menteri termasuk menteri agama untuk mereduksi paham-paham tersebut.
“Perlu kita ketahui bahwa hari ini dayah menjadi sasaran para oknum tertentu untuk membenturkan dengan negara, maka perlu diantisipasi sejak dini,” katanya.
Ia juga meminta ke depan setiap apa yang dipelajari dan siapa yang mengajarkan ilmu agama agar lebih terbuka, sehingga paham-paham radikal yang dapat merusak umat ini dapat terpantau dengan baik oleh masyarakat.
Kegiatan tersebut dilaksanakan selama sehari dan dibuka oleh Wakil Ketua PWNU Aceh, Dr Bustami Usman, SH MAp MSi. Adapun peserta yang diundang sebanyak 30 orang yaitu perwakilan cabang PCNU semua kecamatan di Kota Banda Aceh, penyuluh agama, badan otonom NU, pengurus, dan masyarakat Kota Banda Aceh[]