KUTACANE- Harga gas elpiji 3 kilogram melambung antara Rp 35 – 40 ribu per tabung. Harga tersebut ditemui di sejumlah warung di sekitar kota Kutacane, yang bukan pangkalan resmi penjualan gas elpiji 3 kilogram.
Sementara itu, salah satu pangkalan resmi, James Jonson di desa Kampung Nangka, kecamatan Lawe Bulan, Aceh Tenggara, mengaku sudah beberapa hari tidak mendapatkan pasokan dari distributor.
“Kita jual tidak lebih dari 23 ribu, tapi hari ini belum masuk gas, sudah dua hari tidak masuk,” ujar salah seorang wanita kepada wartawan, Senin 17 November 2019 di pangkalan gas James Jonson.
Di sisi lain, mobil pikup berplat hitam tanpa stiker resmi pertamina, terlihat lalu lalang membawa gas elpiji 3 Kg di sekitar kota Kutacane. Saat dibuntuti, gas tersebut diturunkan di salah satu rumah yang diduga penjual gas illegal di desa Lawe Saraf, kecamatan Lawe Alas.
Dugaan permainan sistem distribusi dan mark up harga pun muncul. Hal itu dikatakan Irvan Iskandarsyah, Kadis Perindustrian dan perdaganan Aceh Tenggara.
“Penyebaran tidak merata, di agen dan pangkalan, karena barang banyak tidak ditemukan di pangkalan tapi beredar di kedai, ada permainan harga,” ujar Irvan Iskandar saat menjawab atjehwatch.com, Minggu 16 November 2019.
Irfan menambahkan, pihaknya menemui kesulitan untuk menertibkan sistem distribusi dan dugaan permainan harga. Sebab, setiap dilakukan operasi, penjual illegal seperti mengetahui kedatangan mereka (Disprindag Agara).
“Kami sangat terbatas, banyak yang tutup ketika anak buah abang turun di lapangan, sengaja mereka tutup,” kata Irvan Iskandar.
Menurut Irfvan, ada dua agen resmi gas elpiji 3 kilogram di Aceh Tenggara, yakni PT Minanda Desky dan PT Gasto Mulyo. PT Minanda Desky mendapat hak menyalurkan sekitar 28 ribu untuk bulan November. PT Gasto Mulyo mendapat hak menyalurkan sebanyak 54.320 tabung untuk November 2019.
Akibat fakta tersebut, 80 ribu tabung gas elpiji 3 kilogram subsidi yang menjadi jatah rakyat miskin Aceh Tenggara, tidak mampu memenuhi kebutuhan gas. Antrian di sejumlah pangkalan pun menjadi pemandangan biasa. []
Laporan Sapti