Jakarta – Koalisi militer Arab Saudi melaporkan pemberontak di Yaman membajak sebuah kapal yang membawa alat pengeboran milik perusahaan asal Korea Selatan di Laut Merah.
Juru bicara koalisi, Turki al-Maliki, menuturkan insiden pembajakan kapal tunda Rabigh-3 di Laut Merah itu terjadi pada Minggu (17/11).
“Kapal itu dibajak dan menjadi sasaran perampokan bersenjata oleh teroris yang berafiliasi dengan milisi Huthi. Kapal itu sedang menarik sebuah (alat pengebor laut) milik perusahaan Korsel,” ucap Maliki melalui sebuah pernyataan pada Selasa (19/11).
Maliki tak menyebutkan kapal itu berasal dari negara mana dan berapa anggota kru yang ada. Ia juga tak segera menanggapi pertanyaan AFP lebih lanjut lagi terkait detail pembajakan.
Perdana Menteri Yaman, Maeen Abdulmalik Saeed, menuturkan bahwa “kapal Korea dan dua kapal pendampingnya” telah ditangkap oleh pemberontak.
Saeed mengecam pembajakan kapal itu sebagai “eskalasi berbahaya”.
Menurut situs pelacak lalu lintas laut, Marine Traffic, kapal Rabigh-3 bersandar di pelabuhan Jeddah, Saudi. Kapal itu juga disebut berlayar di bawah bendera Saudi.
Sementara itu, Ketua Komite Revolusi Tertinggi Huthi, Mohammed al-, mengaku kelompoknya telah merebut sebuah kapal di lepas pantai Yaman.
“Penjaga pantai Yaman melakukan tugasnya untuk menentukan apakah itu… milik agresor atau Korsel. Jika itu Korsel, maka akan dibebaskan setelah prosedur hukum. Kami menjamin semua orang jadi tidak perlu khawatir tentang keadaan para awak kapal,” papar al- di Twitter.
Insiden pembajakan muncul ketika Saeed kembali ke selatan Kota Aden pada awal pekan ini untuk pertama kalinya sejak dipaksa keluar oleh separatis pada Agustus lalu.
Aden menjadi pusat pemerintahan Yaman sejak 2014 lalu setelah pemberontak Huthi mengambil alih kontrol Ibu Kota Sanaa.
Perang sipil Yaman yang telah terjadi sejak 2015 lalu itu pun dilihat secara luas sebagai perang proxy antara Saudi dan Iran, dua kekuatan besar di Timur Tengah. Saudi selama ini membantu pemerintah Yaman untuk memberangus Huthi yang diduga disokong Iran.
Menurut kelompok kemanusiaan, hingga hari ini konflik sipil di Yaman telah merenggut puluhan ribu jiwa. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahkan menganggap konflik yang telah berjalan selama empat tahun ini sebagai krisis kemanusiaan terburuk sepanjang sejarah.