LHOKSEUMAWE – Direktur Yayasan Tabina Aceh, Teungku Muhammad Nur MSi, mengatakan pihaknya saat ini sedang menggagas satu pesantren yang diperuntukan bagi para pasien pecandu narkoba di Aceh. Pesantren ini nantinya akan mendidik para pecandu narkoba usai direhab oleh Yayasan Tabina Aceh.
“Jadi nantinya tak sekedar direhab supaya sembuh dari ketergantungan obat-obatan, tapi juga dididik dengan pendidikan agama serta kemampuan skill. Sehingga ketika kembali ke masyarakat lebih siap dan berubah lebih baik,” kata Teungku Muhammad Nur MSi, kepada atjehwatch.com, Selasa 26 November 2019.
Dalam beberapa kasus, kata Teungku Muhammad Nur, para pecandu narkoba sering kali mendapat sorotan negative saat kembali dalam kehidupan masyarakat usai menjalani rehab. Beberapa di antaranya malah ditolak oleh keluarga.
“Nah, untuk kasus seperti ini, bisa ditambah dengan pendidikan agama melalui Pesantren Tabina Aceh. Alhamdulillah tanahnya sudah ada. Di jalan Elak (Aceh Utara-red),” kata Teungku Muhammad Nur.
“Mudah-mudahan pembangunannya bisa kita mulai tahun depan ini.”
Teungku Muhammad Nur berharap para pasien rehab bisa mendapat pendidikan agama sekaligus kemampuan skill. Pembinaan serta pendidikan yang baik dinilai sangat penting bagi para alumni panti rehab narkoba.
“Mudah-mudahan ini menjadi solusi bagi persoalan narkoba yang kian mengerogoti generasi muda di Aceh,” ujar Teungku Muhammad Nur.
Sebelumnya, Teungku Muhammad Nur MSi, juga mengatakan jumlah pecandu narkoba kian mengalami peningkatan dari tahun ke tahun di Aceh. Para pecandu narkoba di Aceh rata-rata berasal dari kalangan menengah ke bawah.
“Jadi kalau ada anggapan bahwa pecandu narkoba itu berasal dari kalangan menengah ke atas, adalah salah. Karena mayoritas pecandu yang kita rawat justru dari kalangan menengah ke bawah. Itu jumlahnya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Itu adalah faktanya,” kata Teungku Muhammad Nur.
“Faktor utama seseorang lari ke sabu-sabu adalah stress dan tekanan. Mungkin kalau orang kaya, saat stress bisa jalan-jalan ke luar daerah. Nah, kalau kalangan menengah ke bawah, larinya ke sabu-sabu,” ujar Teungku Muhammad Nur lagi.
Yayasan Tabina di Lhokseumawe, kata Teungku Muhammad, kini merawat hampir 65 orang pecandu narkoba. Sedangkan Tabina Aceh sendiri mampu menampung atau rehap untuk 150 orang. Para pecandu ini datang dari berbagai kalangan di Aceh.
“Di awal mereka kita rehab, kita selalu bertanya pada keluarga. Rata-rata memang penyebabnya adalah stress. Banyak masalah, berasal dari keluarga broken home. Ada juga yang mencoba sabu karena informasi yang salah,” ujar Teungku Muhammad Nur.
Salah satu contoh informasi yang salah tadi, katanya, seperti adanya asumsi yang berkembang di masyarakat bahwa dengan mengkonsumsi sabu-sabu akan membuat pria dewasa lebih perkasa di atas ranjang.
“Dari coba-coba, akhirnya jadi pecandu. Kemudian terpaksa direhab. Kini sabu-sabu begitu mudah diperoleh. Ini yang kita khawatir. Generasi muda di Aceh sedang dalam ancaman. Anak-anak kini juga terjangkit kecanduan menghirup lem cap kambing,” katanya lagi. []