Banda Aceh – Kurator Ruang Memorial Perdamaian Aceh Wiratmadinata, SH., MH., mengatakan Konflik tidak harus dimaknai negatif selama dia masih bisa dikelola dengan menghindari kekerasan dan kerusakan sosial serta kemanusiaan.
Tetapi kompetisi dan perbedaan sosial harus dikelola dengan toleransi, pemahaman hidup bersama, dan non-kekerasan. Metode umumnya adalah dengan membangun mekanisme dialog dan kesadaran kemanusiaan, serta cinta sesama,” kata Wiratmadinata saat menyampaikan materi “Perdamaian Aceh” dihadapan siswa Sekolah Menengah di Banda Aceh pada Acara “Renungan dan Pendidikan Perdamaian bagi Pelajar” yang digelar Kesbangpol di Ruang Memorial Perdamaian Aceh, Kesbangpol, Kuta Alam, Banda Aceh, Sabtu 30 November 2019.
Kata Wira, konflik adalah suatu keniscayaan dalam kehidupan manusia sehingga pelajar dan generasi muda harus memahami pengertian apa itu konflik.
Menurut Dekan Fakultas Hukum Universitas Abulyatama Banda Aceh itu Perdamaian di Aceh yang terjadi dalam berbagai konflik masalalu diselesaikan dengan cara dialog, kerjasama, toleransi dan saling pengertian masing-masing pihak yg bertikai.
“Karena itu generasi muda Aceh, khususnya para pelajar, harus belajar mengembangkan keterampilan hidup bersama dalam perbedaan,” ujar Wira.
Selain Wiratmadinata, materi perdamaian Aceh juga menghadirkan Ketua Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) Prof. Yusni Sabi, sementara materi terkait pencegahan Radikalisme dan terorisme disampaikan Akademisi dan peneliti Dr. Muklisuddin Ilyas dan Kabid Media Forum Koordinasi Pencegahan Teroriame Arif Ramdan. (js)