BANDA ACEH – Diantara 10 cabang yang diperlombakan dalam Musabaqah Qiraatil Kutub, yang diprakarsai oleh Pemerintah Aceh melalui Dinas Pendidikan Dayah, salah satunya adalah Ilmu Nahuw.
Nahuw merupakan salah satu disiplin ilmu yang harus dibekali oleh setiap santri medagang (mondok), sebagai alat untuk mempermudah memahami texs kitab Arab.
Ilmu nahuw juga dikenal lumayan sulit untuk dipahami, karena kandungannya lebih sering dengan pertanyaan dan jawaban yang dirangkai dengan ragam irama hafalan.
Para pengahafal nahuw lebih sering berdialog sediri, dengan pertanyaan yang dibuat sendiri dan dijawab sendiri.
Prilaku penghafal nahuw kadang terlihat aneh, sehingga bagi sebagian orang yang kurang memahami sering disebut dengan “pungoe nahuw (gila karena nahuw.)
Dalam acara MQK, meskipun sering dilakap dengan bahasa yang kurang menyenangkan bagi yang mendalami ilmu tersebut, namun cabang ini termasuk yang diminati oleh para pengunjung.
Dengan fasihnya para peserta satu demi satu tampil menujukan kebolehannya, tidak peduli apakah para pengunjung terefek “pungoe” ataupun tercerahkan.
Para hakim juri terus memberi penilaian, meskipun yang melihat tidak tau apa yang dinilai. Mereka antusias, tidak takut pungo, karena nahwu adalah ilmu yang membuka jalan mendalami agama dengan benar.
Sebagian pengunjung setelah menyaksikan secara langsung bagaimana penghafal nahuw, ada yang terjangkit kebingungan, biarpun yang menghafal meresa lazat dengan ilmu yang dimilikinya.
“Lagenyoe rupajih nahuw, mumang teuh,” ucap salah seorang pengunjung dengan nada kebingungan setelah selesai menyasikan perlombaan.
“Bek trep that neudong hinan pungo neuh enteuk,” kata salah seorang kawan disampingnya.
Hingga menjelang Magrib, perlombaan masih berlangsung, dan dewan belum menentukan pemenangnya.[]