WAJAH wanita itu terlihat basah. Butiran air mata tiba tiba turun tak terbendung saat melihat seorang lelaki menyapanya dari kejauhan.
“Assalamualaikum,” ujar pria tadi saat mendekat. Ia datang bersama rombongan Daramil dan perwakilan dari kantor Camat Darul Aman, Kabupaten Aceh Timur. Saat itu sekitar pukul 13.00 WIB.
“Assalamualaikum,” ulang pria tadi lagi.
“Walaikumsalam,” ujar sang wanita itu kemudian. Tangannya mencoba menyekat air mata. Namun tangisnya kian pecah saat lelaki tadi mendekat.
“Neucok saleum dilee,” kata sang pria tadi. Ia adalah Iskandar Usman Al-Farlaky, anggota DPR Aceh dari Fraksi Partai Aceh.
Sedangkan sang wanita adalah Nurfadhillah, 32 tahun, mantan primadona di Desa Bagok Panah 3, Kecamatan Darul Aman, kabupaten Aceh Timur. Namun kini ia harus menghadapi tantangan berat hari demi hari. Setengah badannya ditutup kain. Ini karena ia mengalami kelumpuhan usai melahirkan anak kedua.
Sama seperti hari-hari sebelumnya, Nurfadhillah tetap bekerja membuat kerupuk melinjo. Bedanya, kali ini ia tak bisa membendung rasa harunya, saat melihat anggota DPR Aceh dari Partai Aceh berkunjung ke tempatnya.
Isak tangis Nurfadhillah terus terdengar hingga beberapa menit kemudian. Ia terpaksa menunduk kepala. Sedangkan Iskandar duduk di dekatnya sambil menunggu tangis wanita itu mereda. Keluarga Nurfadhillah kemudian bergabung di sana satu persatu.
Orangtua Nurfadhillah menceritakan kisah hidup putri-nya, dari menikah, melahirkan dua anak, lumpuh, ditinggalkan suami, hingga harus merawat dua anaknya yang masih kecil dan bekerja sebagai pembuat kerupuk melinjo.
“Dari beugoh (pagi-red) hingga poh 2,” ujar Nurfadhillah saat sedikit tenang.
Nurfadhillah berharap bisa kembali berobat hingga sembuh. Ia ingin kembali normal seperti wanita pada umumnya. Namun selama ini dia mengalami keterbatasan biaya. Apalagi ia harus membesarkan dua orang anaknya yang masih kecil kecil.
Syukur, kata Nurfadhillah, pasca kisahnya viral di media social, lembaga peduli dhuafa di Aceh Timur menanggung proses rujukan ke Banda Aceh untuk pengobatan.
“Kalau begitu saya juga siap membantu selama proses pengobatan di Banda Aceh. Ada rumah singgah di sana yang bisa ditempati. Saya juga akan membantu biaya pendamping selama pengobatan di Banda Aceh. Saya juga akan ajak teman-teman lain untuk membantu sebisa mungkin,” kata Iskandar.
Perkataan Iskandar ini lagi-lagi membuat Nurfadhillah bersentuh. Isak tangisnya kembali pecah. Matanya berkaca-kaca.
Iskandar kemudian tiba-tiba bertanya soal rumah. Nurfadhillah menjelaskan bahwa bangunan tanpa dinding yang digunakan dirinya bekerja tersebut adalah pondasi rumahnya.
Penjelasan tadi membuat Iskandar terdiam. Karena bangunan tersebut masih jauh dari kayak layak untuk ditempati.
Seorang wanita dari kantor Camat Darul Aman, menjelaskan bahwa rumah bantuan untuk Nurfadhillah masuk dalam list perencanaan pembangunan 2020 melalui APBK Aceh Timur.
“Kalau seandainya hingga akhir bulan 3 di 2020 nanti, belum ada kejelasan pembangunan, tolong kasih tahu saya. Tapi kalau bisa sebelum bulan 4 nanti. Akan coba saya bantu melalui APBA,” kata Iskandar lagi.
Penjelasan Iskandar ini lagi-lagi membuat Nurfadhillah menitikan air mata.
Sekitar satu jam di tempat Nurfadhillah, Iskandar minta izin pamit. Sebelumnya ia juga menyerahkan sedikit santunan untuk Nurfadhillah dan anaknya. Ia berharap Nurfadhillah segera dirujuk ke Banda Aceh.
“Lon preh di Banda Aceh beh,” ujarnya. Nurfadhillah mengangguk berulang kali. Pesonanya terpancar saat dia tersenyum.
Baca juga: Asa Nurfadhillah Menanti Dermawan di Tengah Keterbatasan