JAKARTA – Senator DPD RI asal Aceh, H. Sudirman atau Haji Uma menyatakan bahwa peringatan Milad GAM ke 43 adalah bagian dari momentum untuk memelihara semangat perjuangan serta merefleksi perjalananan perdamaian Aceh yang sampai hari ini belum terealisasi sepenuhnya.
Hal tersebut disampaikan Haji Uma ketika berbicara terkait Milad Gerakan Aceh Merdeka (GAM) ke 43 pada 4 Desember 2019 kemarin yang diperingati sebagian besar masyarakat di berbagai wilayah Aceh.
Menurut Haji Uma, semangat perjuangan yang digelorakan almarhum Teungku Muhammad Hasan Tiro adalah untuk mewujudkan Aceh yang berdaulat, berkeadilan dan sejahtera. Semangat ini mesti terus direproduksi sebagai bagian dari modal sosial Aceh.
Apalagi, hingga kini masih banyak permasalahan kerakyatan, utamanya terkait dengan keadilan dan kesejahteraan yang masih jauh dari harapan serta sejumlah bagian dari klausul perdamaian yang belum terlaksana. Semangat perjuangan ini dapat menjadi modal untuk menguatkan itikad, kesamaan pandang dan persatuan dalam upaya menyelesaikan masalah Aceh.
“Dengan sejumlah masalah yang saat ini kita hadapi, terutama penuntasan kewenangan dan masalah lain dari bagian perjanjian perdamaian yang belum selesai dengan pemerintah pusat, akan sulit terealisasi jika kita tidak bersatu dan berjalan sendiri-sendiri dalam hal menyelesaikan masalah yang kita hadapi”, ujar Haji Uma.
Dalam waktu terakhir ini, Haji Uma menilai ada sejumlah langkah konstruktif dalam hal upaya komunikasi dan koordinasi serta menyamakan gerak langkah bersama untuk Aceh, utamanya yang digagas oleh Forbes DPR/DPD RI sebagai perwakilan rakyat Aceh ditingkat pusat.
“Sejauh ini, sejumlah pertemuan komunikasi dan koordinasi telah di inisiasi oleh Forbes DPR/DPD asal Aceh di Jakarta, seperti dengan Pemerintah Aceh dan SKPA, pertemuan dengan Mualem dan Wali Nanggroe, mungkin kedepan dengan para DPRK dan Bupati/Walikota. Hal ini perlu kita jalin terus dan kita perkuat, dorongannya kepada pemerintah pusat terkait masalah Aceh harus dilakukan bersama-sama”, pungkas Haji Uma.
Haji Uma melanjutkan, ada sejumlah persoalan yang belum tuntas hingga kini, misalnya terkait bendera dan lambang Aceh, padahal di Aceh sudah di qanunkan oleh Gubernur sebelumnya. Selain itu terkait alih Badan Pertanahan Aceh, pengelolaan migas serta kelanjutan dana otsus. Semua
Kunci dari upaya penyelesaian masalah Aceh dengan pemerintah pusat harus dimulai dengan menyamakan perspektif, memperkuat persatuan yang solid sesama kita disegala lapisan serta kemudian bergerak bersama-sama untuk dan atas nama Aceh.
“Kuncinya, kita harus bersatu padu secara solid karena itu menjadi kekuatan kita. Mesti melepas ego pada diri masing-masing kita, tidak saling mencaci maki, jangan saling curiga, karena yang kita perjuangkan adalah untuk Aceh. Maka ini adalah kewajiban semua kita yang berdarah Aceh dan kita harus bergerak bersama,” kata Haji Uma.