Tak terasa hampir tiga bulan lamanya media online atjehwatch.com hadir di jagat maya. Dari awalnya hanya dikunjungi seribuan orang perharinya, kini berkisar enam hingga 14 ribu pengunjung perharinya.
Dari awal berdiri, sama seperti namanya atjehwatch.com, redaksi ingin memperbanyak konten lokal yang berhubungan dengan Aceh untuk media yang masih berumur sejagung ini. Tujuannya agar Aceh dikenal bak mata donya. Demikian juga memakai karakter atjeh dengan ejaan lama untuk kata Aceh, karena redaksi ini berharap agar situs berita ini menjadi ‘mata’ bagi siapapun untuk melihat Aceh. Baik sejarah, budaya, dan isu terkini yang berhubungan dengan Aceh.
Di awal-awal berdiri ini, kami memiliki banyak keterbatasan. Ini karena ‘para koki’ di dapur redaksi masih harus bekerja di lokasi yang berbeda-beda guna meng-update berita. Ini karena atjehwatch.com belum memiliki ‘markas’ serta ‘dapur’ tetap.
Karena atjehwatch.com tak memiliki pemodal yang kuat seperti layaknya media online lainnya di Aceh.
Kami terpaksa berpindah-pindah lokasi untuk menyiapkan informasi terbaru soal Aceh kepada pembaca sekalian.
Hal ini pula yang membuat box redaksi atjehwatch.com masih terkunci. Keadaan ini membuat sebahagian pembaca berpikir bahwa atjehwatch.com seolah-olah media abal-abal. Padahal hal tersebut taklah demikian.
Namun keterbatasan tadi kini sedikit berkurang. Kami ‘para koki’ di dapur atjehwatch.com kini baru memiliki sebuah tempat untuk tempat berteduh dalam melaksanakan tugas-tugas jurnalistik untuk pembaca sekalian.
Dari kantor inilah nantinya segala informasi tentang Aceh akan kami siarkan di jaga maya. Namun untuk alamat lengkap dan kepengurusan manajemen atjehwatch.com lengkap akan kami ‘perkenalkan’ dalam waktu dekat ini.
Untuk ulasan hari ini, kami juga ingin memperkenalkan beberapa koki yang siap bekerja 24 jam untuk para pembaca setia atjehwatch.com. Para sosok yang selama ini dianggap misteri oleh para pembaca.
Pertama, di ‘dapur’ kami adalah sosok bernama Murdani Abdullah di barisan redaktur. Ia adalah penulis novel Sang Kombatan serta pernah aktif di beberapa media cetak serta online di Aceh.
Bang Murdani, demikian ia biasa disapa, pernah ‘istirahat’ dari kewartawanan di 2017 hingga pertengahan 2019 lalu. Kini ia kembali ke dunia jurnalis serta menjadi salah satu ‘koki’ di dapur redaksi atjehwatch.com. Murdani juga salah seorang pendiri media online lokal ini.
Sosok selanjut di dapur redaksi atjehwatch.com adalah Jauhari Ilyas. Nama ini adalah penulis dan budayawan senior di Aceh. Tulisan-tulisannya dikenal sejak Aceh masih berkonflik. Bang Joe, demikian kami biasa menyapanya, akan memperkuat atjehwatch.com untuk pemberitaan lokal serta rubric budaya. Bang Joe juga merupakan pembuat album Aceh Nyawoung.
Kemudian juga ada sosok Fachrur Rizha, dosen jurnalistik di salah satu universitas di bagian tengah Aceh. Sosok ini akrab disapa dengan nama keren Acun. Ia merupakan mantan pimpinan pers kampus, Sumberpost, di UIN Ar-Raniry. Acun pernah aktif di ANTARA, sebelum akhirnya melanjutkan pendidikan magister dan mengabdi di kampus.
Sosok selanjutnya di barisan redaktur adalah Anharullah Sawang. Ia adalah salah seorang jurnalis televisi yang terbilang senior untuk Aceh. Pernah aktif di AcehTivi, kemudian menjadi ujung tombak salah satu media nasional di Aceh. Sosok ayah satu anak ini memiliki nama keren, Aan.
Kemudian ada nama Hendri yang menjadi ujung tombak kami untuk liputan Banda Aceh, Rozy untuk Aceh Besar, Muliadi untuk Pidie Jaya, Irwansyah untuk Aceh Timur, Sapti Andri untuk Aceh Tenggara, Muiza di Singkil serta beberapa lainnya yang sedang berstatus kontributor.
Kedepan, kami berharap bisa merekrut para jurnalis muda lainnya di sejumlah kabupaten kota yang ada di Aceh.
Kami berharap segala kekurangan yang menjadi kendala di awal-awal berdiri ini, dapat terus kami perbaiki seiring waktu. Kami ingin menjadi media yang selektif dan terpercaya, sesuai tagline atjehwatch.com, untuk pembaca sekalian.
Mohon doa dan dukungannya. Kritik kami jika salah, dan bantu kami agar atjehwatch.com dapat lebih eksis kedepan. Salam meusyeun. []