Ketiga tentara muda itu saling pandang.
“Ya sudah kalau begitu. Kau jalan. Hati hati di jalan. Kalau ketemu dengan orang GAM, kasih tahu kami,” ujar salah seorang di antara mereka.
Jantung Irwan yang awalnya berdetak cepat, tiba-tiba berubah plong. Irwan benar-benar tak menduga jika pemeriksaan terhadap dirinya berlangsung cepat. Terlebih lagi, para tentara juga tak memeriksa isi mobil.
Irwan buru-buru mengangguk. Ia bergegas ke posisi sopir dan segera melaju dengan kecepatan sedang. Irwan tak ingin ketiga tentara tadi berubah pikiran dan memeriksa isi mobilnya lebih lama.
Sedangkan Teungku Fiah dan Mustafa tak berbicara sedikit pun. Demikian juga Sakdiah dan gadis muda di sampingnya. Keduanya sempat berkeringat dingin ketika melihat ujung senjata milik tentara tadi.
Sedangkan bocah dalam pelukan Sakdiah masih terlelap nyenyak.
Mobil L300 itu kemudian melaju dengan kecepatan sedang meninggalkan kerumunan mobil yang masih menjalani pemeriksaan. Para tentara terlihat sepanjang 100 meter dari lokasi razia.
Irwan membunyikan klakson saat melewati para tentara sebagai tanda sudah melewati pemeriksaan.
Setelah melewati hampir tiga kilometer, Irwan baru menarik nafas panjang. Demikian juga dengan para penumpangnya.
“Hampir saja teungku. Terimakasih banyak tuhan,” ujarnya tanpa menoleh ke arah belakang.
“Benar benar ada dibaca doa peurabon teungku?” tanya Irwan lagi sambil tersenyum.
Teungku Fiah tak menjawab. Sementara Mustafa cuma tersenyum. Entah doa siapa di antara mereka yang dikabulkan oleh Allah Swt.
“Kita jangan sombong dulu. Perjalanan masih jauh. Semoga Allah Swt melindungi kita hingga tiba ke tujuan,” ujar Teungku Fiah.
Irwan mengangguk. Ia mengerti dengan ucapan Teungku Fiah. Terlalu cepat baginya untuk senang sementara perjalanan masih jauh. Bisa jadi, di depan mereka nanti, ada razia tentara atau raider yang lebih ramai.
Irwan hanya kagum dengan kekuasaan tuhan yang ditunjukan kepada dirinya tadi. Kali ini, ia semakin yakin bahwa pertolongan tuhan itu nyata. Sesaat tadi, Irwan hampir putus asa dan ketakutan.
Memasuki Krueng Mane, jalanan kembali terlihat ramai. Bahkan hingga mereka menyeberang ke Bireuen. Suasana lalu lintas terlihat normal. Padahal biasanya, di kawasan Krueng Mane- Geurungok, sering terjadi razia dadakan. Namun malam ini ternyata tidak ada.
Dalam sekejap mereka akhirnya tiba di Matangkuli. Mobil kemudian belok ke kiri menuju salah satu dayah moderen. Pimpinan pesantren ini adalah salah seorang guru dayah yang aktif membantu tentara nanggroe selama ini. Banyak santri di dayah itu merupakan anak pejuang GAM.
“Kita tiba teungku,” ujar Irwan.
Mobilnya berhenti di depan gerbang dayah. Ada tulisan di sana, namun karena gelap tidak terlihat dengan jelas.
“Teungku-teungku tunggu di sini saja dulu. Saya jumpa penghubung di sini dulu. Nanti setelah kami balik, baru teungku teungku turun,” ujar Irwan.
Mustafa dan Teungku Fiah mengangguk setuju. Irwan turun dan kemudian memasuki komplek dayah tadi. Sekitar 10 menit kemudian, seorang pria seusia Teungku Fiah terlihat bersama Irwan.
Pria itu tersenyum ke arah Teungku Fiah.
“Seulamat teuka saudara lon. Satu kehormatan bertemu dengan teungku dan keluarga,” ujarnya sambil memeluk Teungku Fiah.
Pria tadi kemudian meminta para santri untuk membantu membawakan barang milik keluarga Teungku Fiah dan Mustafa.
“Teungku-teungku ikut dengan para santri ini saja. Kedua kamar sudah disiapkan. Kalau sudah selesai beres-beres, nanti saya tunggu di rumah. Makan malam sudah disediakan,” kata pria tadi lagi.
[Bersambung]