BANDA ACEH – Setelah mencermati Surat Keputusan Plt. Gubernur Aceh Nomor 440/1021/2020 tentang Pembentukan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Aceh, Komite Mahasiswa dan Pemuda Aceh Nusantara (KMPAN) memberikan beberapa catatan untuk Plt. Gubernur Aceh selaku pihak yang menandatangani SK tersebut.
Hal tersebut disampaikan Sekretaris Jenderal KMPAN, Fadhil Espece dalam siaran pers yang diterima Atjehwatch.com, Rabu (15/4)
“Plt Gubernur Aceh sebagai pihak yang menandatangani sekaligus ketua tim Gugus Tugas perlu memperjelas kedudukan dan tupoksi struktur tim gugus tugas tersebut. Harus ada garis jelas antara pengarah dan pelaksana yang jika diabaikan akan memicu inefisiensi, kontraproduktif dan tumpang tindih. Mengabaikan hal tersebut, juga membuat surat keputusan ini tidak berkesesuaian dengan Keppres No 7 tahun 2020,” ujar Fadhil.
Menurutnya, sebagai pengendali pelaksanaan tanggap Covid-19, Plt Gubernur juga seharusnya mempunyai skenario dan pola penanganan yang jelas. Skenario tersebut yang kemudian perlu dimanifestasikan dalam struktur dan tugas tim. Namun, SK tersebut justru menunjukkan bahwa pemerintah Aceh tidak punya konsep dan skenario yang komprehensif dengan tidak mengatakannya tunakonsep dan reaksioner dalam menangani Covid-19 di Aceh.
“Konsep yang jelas akan terlihat dari struktur dan pembagian tugas yang runut dan sistematis, dan ini belum terlihat dalam SK tersebut. Pembagian tugas di dalamnya masih rancu dan ambigu. Salah satu poin rancu dan ambigu adalah, forkompimda Plus dalam struktur tersebut menjadi wakil ketua dengan tugas mewakili Gubernur dalam melaksanakan tugas Ketua Gugus Tugas,” jelas Sekjen KMPAN.
“Terkesan bahwa Wali Nanggroe, Ketua DPRA dan banyak lagi unsur dalam forkompimda Plus hanya menjadi bumper, jika gagal maka menjadi resiko jama’ah namun jika berhasil itu sepenuhnya usaha ketua. Ketua DPRA yang seharusnya mengomandoi pelaksanaan tugas pengawasan hanya menjadi subordinat dalam struktur ini. Wali Nanggroe yang bisa memainkan peran lebih besar justru dikerdilkan dengan struktur ini,” timpalnya.
Salah satu poin menarik lainnya dalam SK ini adalah, tugas bagian “humas/jubir” untuk melakukan agenda setting, tanpa penjelasan lebih lanjut. Semoga saja tugas tersebut tidak dalam kerangka mengontrol isi media dan meredusir transparansi serta meminimalisir kritikan konstruktif atas gagalnya pemerintah Aceh dalam tanggap Covid-19. []