IBNU melongo. Kali ini ia benar-benar dibuat bimbang oleh Dara.
Pada saat yang bersamaan, suara panggilan untuk penumpang dengan nomor penerbangan yang tercatat di tiket Ibnu terdengar.
Dara buru-buru tersenyum. Gadis itu tak ingin jika Ibnu berangkat ke Australia dengan perasaan bimbang.
“Jangan khawatir. Aku tetap akan menunggumu hingga jadwal yang kita sepakati tiba. Kecuali kamu memutuskan menikah terlebih dahulu di sana,” ujar gadis cantik di depan Ibnu itu.
“Aku juga akan sering-sering terbang ke sana untuk mengecek keadaanmu. Jadi jangan berpikir bisa mencari perempuan lain di sana,” katanya lagi tegas.
Mendengar hal tadi, giliran Ibnu yang tersenyum. Perasaannya memang masih mendua, tapi untuk selingkuh atau berbuat sesuatu yang melanggar aturan agama, bukanlah karakter dirinya.
“Baiklah. Aku izin untuk berangkat. Nanti kita sering-sering komunikasi. Isya Allah sesekali akan pulang,” ujarnya.
Ibnu menarik koper besar yang berisi baju dan buku. Kemudian ia juga memikul tas ransel besar yang juga berisi baju.
Sedangkan Dara menatapnya dari arah belakang. Ada perasaan sedih yang dirasakan gadis itu melihat kepergian Ibnu. Padahal, mereka baru saja bertemu usai sekian lama berpisah.
“Jaga dirimu baik-baik ya. Jangan lupa salat dan berdoa. Aku akan menyusul nanti,” ujar Dara dengan nada keras.
Ibnu tersenyum mendengar teriakan Dara. Gadis itu bertindak seperti ibunya semasa hidup saat mengantar ia sekolah.
Hanya berjarak sekitar 5 meter, seorang wanita muda terlihat mengamati Ibnu dan Dara. Raut wajahnya terlihat murung. Ada rasa cemburu di matanya. Ia memegang tiket dan menuju antrian yang sama dengan Ibnu.
“Itu pria tadi. Ia mencarimu kan?” ujar seorang wanita muslimah di sampingnya.
“Benar. Dia sepertinya benar-benar mengingat bau parfum milikmu. Apakah dia yang kamu ceritakan beberapa waktu lalu?” tanya seorang wanita muslimah lainnya.
Sementara wanita muda yang berdiri di antara mereka hanya tertunduk lesu. Ia tidak menyangka jika Ibnu begitu cepat memiliki pendampingi usai beberapa tahun mereka tak ketemu.
“Tenang Ris. Di Australia adalah kesempatan kita untuk merebut lelaki itu kembali untukmu. Bukankah gadis tadi tak pergi ke Australia?” ujar rekannya di samping.
[Bersambung]