BANDA ACEH — Lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Aceh menyatakan sedekah modal melalui program Sahabat Usaha Mikro Indonesia (UMI) bertujuan untuk membangkitkan semangat berdagang sesuai syariat Islam dan tuntunan Rasulullah di tengah pandemi Covid-19.
“Ini adalah bentuk tindakan preventif terjadinya krisis ekonomi yang berkepanjangan, tanpa adanya solusi konkret bagi pelaku usaha ultra mikro di tengah pandemi Covid-19,” kata Kepala Program ACT Aceh Laila Khalidah di Banda Aceh, Selasa (2/6).
Ia mengatakan program Sahabat UMI yang baru diluncurkan secara nasional diharapkan menjadi langkah strategis, terutama bagi penguatan dan pengembangan sektor ekonomi berbasis syariah agar transaksi dan perputaran uang tetap berjalan.
Laila berharap dari dana umat terhimpun berbasis sedekah tersebut, bisa menjadi penetrasi permodalan sesuai dengan skema syariah untuk mendongkrak perekonomian khususnya bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) terdampak Covid-19.
“Program ini dilaksanakan oleh cabang ACT seluruh Indonesia agar usaha mikro dapat bertahan dalam kondisi seperti sekarang ini. Insya Allah, program Sahabat UMI akan terus berlanjut,” ucapnya.
Halimah Shaleh (45 tahun), warga Gampong (Desa) Udeung, Kecamatan Bandar Baru, Kabupaten Pidie Jaya, Aceh, mengaku telah merasakan manfaat Sahabat UMI. Selain membuka kios kecil di depan rumahnya sejak tahun 2000, ia juga menjual ikan di pasar tradisional demi menafkahi keenam orang anaknya seorang diri, setelah suaminya meninggal dunia.
Ia menyebut kondisi perekonomian keluarga semakin sulit akibat dagangan kiosnya sepi pembeli, sehingga modal usaha terpakai demi memenuhi kebutuhan keluarga. “Kondisi sekarang memang sulit, mudah-mudahan corona segera berakhir,” ucapnya.
Indra Wati (43 tahun), warga Dusun Ujung Padang, Trumon Tengah, Aceh Selatan, mengatakan dirinya menafkahi ketiga orang anak kandungnya dari hasil menjual bakso goreng. Kedua orang anaknya kini duduk dibangku kuliah dan seorang lagi sedang mempersiapkan diri mengenyam pendidikan di pesantren.
“Saya jual bakso goreng di sekolah dengan pendapatan bersih per hari mencapai Rp 100 ribu. Uang sebesar itu saya gunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari Rp 50 ribu, selebihnya ditabung untuk biaya pendidikan anak-anak,” terang Wati ketika ditemui oleh tim Masyarakat Relawan Indonesia (MRI) Aceh Selatan-ACT Aceh.
Ketika virus corona melanda Tanah Air dalam beberapa bulan terakhir, lanjut dia, sekolah terpaksa diliburkan yang berpengaruh terhadap dagangannya. Ia kini terpaksa menjual bakso di depan rumahnya, meski penghasilan menurun drastis.
Ia mengaku bersedia menerima orderan membuat kue agar biaya hidup keluarganya terpenuhi. “Beginilah kondisi saya. Sekolah-sekolah diliburkan. Kalau mau tambahan uang, saya usahakan menjual dagangan di akhir pekan agar banyak laku,” tuturnya.