BANDA ACEH – Eks kombatan GAM asal Pase, Misbahuddin Ilyas alias Marcos, menyesalkan penetapan tapal batas sepihak dari Kemendagri. Hal ini dinilai bentuk pelanggaran serius terhadap MoU di Helsinki.
“Sebagai mantan Combatan Tentara Negara Aceh (TNA) wilayah Samudera Pase, saya sangat menyesalkan sikap sepihak pemerintah Indonesia yang sampai hari ini tidak komit dengan perjanjian perdamaian internasional,” ujar Marcos.
Padahal, kata dia, jika membuka isi perjanjian Helsinki maka kewenangan Indonesia di Aceh hanya enam bagian saja yaitu kehakiman, keagamaan,hubungan luar negeri, keamanan luar,fiskal dan moneter.diluar dari Enam bagian tersebut maka semua urusan publik sepenuhnya hak Aceh.
“Terkait tapal batas Aceh telah kita sepakati di Helsinki 2005 lalu. Dalam Naskah perjanjian internasional di bawah Uni Eropa di Helsinki Finlandia, berdasarkan poin 1.1.4 MoU Helsinki maka batas Aceh merujuk pada batas 1 Juli 1956.”
“Jika pun pihak GAM (Aceh) merasa dirugikan oleh sikap sebelah pihak maka pihak GAM bisa mengirimkan surat protes ke Jakarta dan pihak Uni Eropa,” ujarnya.
Namun yang sangat disayangkan, katanya, di masa pandemi Corona di dunia, malah Jakarta mengambil sikap sepihak terkait tapal batas Aceh yang jelas tidak sesuai dengan poin 1.1.4 MoU Helsinki.
“Kenapa juga kita sepakat berdamai jika masih ada dusta di antara kita. Perdamaian GAM-RI tahun 2005 lalu tidak didapatkan dengan mudah dan tidak murah, kami rela senjata kami dipotong oleh pihak (AMM) Demi Rakyat Aceh yang damai dan aman sentosa,” ujar Marcos.
“Tapi Republik Indonesia jangan pura-pura tidak tahu soal ada perjanjian internasional dengan GAM di Helsinki Finlandia. Dalam naskah perjanjian tersebut ada poin-poin penting bagi Aceh yang harus diselesaikan, seperti soal batas wilayah yang merujuk pada 1 Juli 1956 yang telah disepakati dan disetujui kedua belah pihak(GAM-RI) di atas meja perundingan dan di depan saksi-saksi dari delegasi negara-negara Uni Eropa dan Asia tahun 2005.”
“Sebaiknya pemerintah Indonesia jangan menyimpan bom waktu terkait Aceh, yang pada akhirnya malu di depan internasional. Ayolah jangan main kucing-kucingan lagi,” ujarnya lagi.[]