Oleh Poetra Joeang
Kita sering dihadapkan pada dua sisi yang paling fundamental masalah pendidikan yaitu antara kesejahteraan dengan mutu.
Terkadang banyak yang berpandangan bahwa anggaran untuk pendidikan cukup besar digelontorkan baik itu dalam APBN maupun ABPD di setiap daerah. Namun anggaran yang besar itu belum mampu mensejahterakan guru.
Jika kita mau jujur, faktanya masih banyak terjadi ketimpangan kesejahteraan yang didapatkan oleh sesama guru. Dengan kondisi demikian tentu sangat naif jika kita menuntut mutu pendidikan membaik.
Berikut merupakan ulasan ketimpangan kesejahteraan guru:
Guru Provinsi/Daerah Vs Guru Pusat/Kemenag
Ketimpangan kesejahteraan sangat jelas terlihat antara guru yang bernotabene pusat/Kemenag dengan provinsi/daerah, antara lain sebagai berikut:
Tunjangan Profesi Guru bagi yang sudah sertifikasi
Guru Pusat/Kemenag Ada
Guru Provinsi/Daerah Ada.
Tunjangan Fungsional (Non Sertifikasi)
Guru Pusat/Kemenag Ada
Guru Provinsi/Daerah Ada
Tunjangan Makan Minum (Insentif)
Guru Pusat/Kemenag Ada
Guru Provinsi/Daerah Ada (Tergantung Daerah)
Tunjuangan Kinerja (Tukin/TPK)
Guru Pusat/Kemenag Ada
Guru Provinsi/Daerah Ada (Tergantung Daerah)
Guru Provinsi Vs Guru Provinsi
Ketimpangan kesejahteraan para guru juga terjadi antara guru di provinsi A dengan provinsi B, C, D dan selanjutnya.
Sebagai contoh Guru Di Jakarta kesejahteraannya bisa mencapai puluhan juta/bulan. Mayoritas di provinsi lain kesejahteraan guru jauh di bawahnya.
Guru Provinsi Vs Guru Kabupaten/Kota
Masalah ketimpangan juga terpampang jelas ketika guru berada di bawah provinsi yang sama namun pada wewenang yang berbeda.
Amanah UU Nomor 23 Tahun 2014 Guru SMA/K/LB menjadi tanggung jawab Provinsi dan PAUD/SD/SMP tanggung jawab Kabupaten. Guru guru dibawah provinsi terkadang lebih baik kesejahteraannya, dan guru guru dibawah wewenang kabupaten terkadang beberapa daerah tidak mendapatkan tunjangan apa apa selain gaji dan yang melekat padanya.
Guru Kabupaten/Kota Vs Guru Kabupaten/Kota
Antara kabupaten/kota yang satu dengan kabupaten/kota yang laiinya juga sangat banyak kita temui ketimpangannya, sebut saja Kota Banda Aceh yang memberikan TPK bagi Guru yang dibawah wewenangnya sebesar Rp. 1jutaan.
Perlu diketahui bersama bahwa masih ada daerah yang tidak menjanjikan kesejahteraan sama sekali.
Guru Sertifikasi Vs Guru Non Sertifikasi
Naaah ini masalah paling “genit”, ketika tanggung jawab pembelajaran sama, namun pendapatan sangat berbeda, terkadang tidak sedikit guru Non Sertifikasi lebih kreatif dan sering berinovasi dalam proses belajar mengajar. Namun harus harus dimaklumi bahwa ada proses yang harus dilalui untuk mendapatkan secarik kertas sertifikat pendidik.
Guru PNS Vs Guru Non PNS
Ini adalah masalah klasik yang tak kunjung terselesaikan.
Guru Non PNS (Kontrak) Vs Guru Non PNS (Bakti)
Pendapatan yang timpang tidak terkecuali bagi mereka yang masih berstatus Non PNS, keduanya memang tidak mempunyai NIP tetapi perbedaan antara keduanya jelas terlihat dari segi gaji yang mereka dapatkan, namun tidak ada perbedaan pada tanggung jawab. Bahkan ada diantara mereka(Non PNS Bakti) yang gajinya jauh dari prinsip humanisme.
Guru Non PNS (Bakti Senior) Vs Guru Non PNS (Bakti Pemula)
Dua kategori guru ini adalah kolompok yang sangat kurang diperhatikan (bahkan pemerintah tidak mengenal istilah ini, padahal peran mereka sesungguhnya begitu penting dalam rangka menjamin proses PBM tetap berjalan, pada situasi ini mereka adalah pelengkap untuk sempurnanya kebutuhan sekolah yang oleh pemerintah tidak/belum sanggup menyediakannya.
Jangan tanya kesejahteraan mereka, miris hanya berbekal SK kepala sekolah yang untuk usul NUPTK saja tidak diakui.
Setelah membaca ini, mungkin bisa memberikan pencerahan bagi orang orang yang terkadang selalu mengeneralisir bahwa guru sudah sejahtera bisa mengerti.
Kalau dipersentase mungkin hanya 20% saja guru yang sudah layak dikatakan sejahtera. Jadi adilkah jika masih menuntut mutu?
Pada akhir tulisan ini saya berkesimpulan dengan anolagi sebagai berikut, “Sebuah kendaraan akan bisa dijalankan ketika diisi bahan bakar, dan jauh jarak tempuhnya tentulah tergantung dari isian bahan bakar yang kita isi.”
Ingin mutu pendidikan lebih baik? Sejahterakan dulu Gurunya, baru setelah itu kita bicara mutu. kan bapak ibu tau asap di dapur seorang guru juga harus setiap hari mengepul kalau tidak bagaimana mereka hidup?? Guru bukan malaikat yang tidak makan minum.
Penulis adalah seorang guru