ACEH BESAR – Piyôh-piyôh Neutamöng (mampir-mampir). Seorang ibu muda sambil menggendong bayinya menyeru agar kami mampir di gerai usaha kerajinan rotan miliknya di kawasan Km 11. Tepatnya di Gampong Lamgabôh Kecamatan loknga, Mukim Kueh, Kabupaten Aceh Besar.
Di kedainya yang terlihat sederhana, ibu muda itu memajang beragam produk kerajinan rotan asli made in lokal. Mulai dari tudung saji, keranjang pakaian, keranjang mencuci daging, tampah, pot bunga, ayunan anak-anak, ayunan boneka, keranjang parsel, katéng, hingga tatakan periuk alias reungkan ada dipajang pemiliknya.
Menurut Nur asyinah, ibu muda pemilik Kedai Kerajinan Rotan “SAMA SENANG” Lamgabôh itu, semua produk kerajinan rotan yang dipajang di kedainya merupakan hasil karya tangan-tangan terampil para perempuan dari beberapa gampong dalam Mukim Kueh kecamatan Lhoknga, seperti Gampong Lamgabôh, Kueh, Lamcot dan Tanjong.
“Lebih dari 99% pengrajin rajutan rotan di sini adalah perempuan dan salah satunya adalah saya sendiri,” ucap Nurasyinah sambil tersenyum manis.
Nurasyinah menambahkan, dengan menekuni usaha rajutan rotan ini, para perempuan kecamatan Lhoknga terus merajut hidup untuk membantu menambah pendapatan keluarga mereka.
Sementara itu katanya, nilai jual masing masing produk kerajinan rotan tergantung pada kualitas bahan, besar kecil dan kerumitan dalam pembuatannya.
H. Firmansyah, yang mendampingi isterinya Nurasyinah berjualan di kedai Sama Senang menjelaskan bahwa semua bahan baku utama kerajinan rotan juga berasal dari bahan baku lokal yang berasal dari pergunungan Lhoknga. Bahan baku rotan lokal ini dipasok dari pencari rotan setempat dengan harga Rp 15.000/kg.
Menurut Firmansyah, saat ini kadang-kadang mulai terasa agak kesulitan dalam memasok bahan baku rotan, sebab rotan rotan lokal di sini sudah mulai di jual ke luar daerah dengan harga sedikit lebih mahal dari harga pasar di sini.
“Sudah ada penampungnya, merekalah yang bermain. Tapi, bagi kami itu bukan masalah, sebab itu adalah hak mereka, dan kami juga tak akan menyerah dalam menjalankan usaha ini, sebab ini adalah hidup kami,” katanya bersemangat.
Sambil terus melayani pembeli yang lain, Nurasyinah menceritakan jika pada awal masa pandemi Covid-19, usaha kedai mereka sempat kolap juga.
“Kami tutup total, karena memang tidak ada pembeli sama sekali. Namun dalam sebulan terakhir ini, Alhamdulillah, omset penjualan kerajinan kami sudah mulai normal kembali,” ucapnya.
Nurasyinah berharap pemerintah Aceh Besar maupun provinsi mau memberikan perhatian terhadap usaha mereka, terutama menyangkut tambahan modal dan pelatihan.
“Selama ini memang ada perhatian dan bantuan dari pemerintah Kabupaten Aceh Besar kepada beberapa pengrajin di sini, tapi ke depan, kalau boleh kami harapkan agar pembinaan dan bantuan yang diberikan lebih merata, bukan kepada pengrajin tertentu saja,” harap Firmansyah menutup pembicaraan.
Asnawi Zainun, Mukim Siem yang juga Tokoh Aceh Besar memberikan apresiasi terhadap para pengrajin rotan yang ada di kawasan Loknga tersebuttersebut. Menurutnya, selama ini masyarakat dengan mudahnya mendapatkan barang yang diproduksi secara moderen, bahkan sudah merambah setiap pelosok desa alat-alat moderen dengan gampang didapatkan.
Namun ada sebagian masyarakat yang berada di Gampong Lamgaboh yang masih mempertahankan produk lokal yang ramah lingkungan. Masih menjaga kearifan lokal di tengah serangan produk-produk moderen.
Asnawi menambahkan, usaha kecil seperti ini sebaiknya mendapatkan perhagian khusus dari pemerintah maupun perbankan syariah yang ada di Aceh. Selain meningkatkan taraf hidup masyarakat, usaha kerajinan tangan ini juga dapat mengurangi angka penggangguran dan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat Aceh Besar.
Sesuai dengan pepatah Aceh, meunyoe jeut buet jaroe u com duroe seulamat. Meunyoe hanjeut but jaroe atra lam peutoe kiamat. (Kalau pandai pekerjaan tangan, jari di atas jarum bisa selamatselamat. Jika tidak pandai pekerjaan tangan,tangan di atas harta yang banyak pun habis binasa).
“Hadih maja ini menggambarkan betapa kita semua dituntut lebih kreatif dalam pemanfaatan bahan baku yang ada di sekitar kita. Usaha kecil menengah ke bawah ini jika benar-benar dibina maka juga dapat memberikan nilai tambah bagi pembangunan daerah melalui pajak,” tutupnya.