Jakarta – Krisis ekonomi di Libanon membuat negara itu kini mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan listrik untuk para penduduk.
Seperti dilansir Middle East Monitor, Kamis (30/7), ibu kota Beirut dilaporkan sempat gelap gulita selama satu jam pada Rabu kemarin akibat para pemilik generator yang menyewakan listrik mereka kepada penduduk serentak menghentikan operasional.
Penyebabnya adalah mereka protes terhadap tingginya harga bahan bakar diesel di Libanon, akibat krisis ekonomi.
Gangguan pasokan listrik di Libanon sudah terjadi sejak tahun lalu. Saat itu perusahaan listrik negara, Electricite du Liban (EDL), hanya mampu memasok listrik selama 21 jam di ibu kota Beirut. Sisanya penduduk mengandalkan para pemiliki generator yang mau menyewakan jasanya.
Bahkan, karena tingginya harga solar, sebagian besar wilayah Libanon di luar Beirut hanya bisa merasakan aliran listrik selama 12 jam.
Pemadaman listrik besar-besaran di Beirut turut memicu kekacauan, terutama lalu lintas jalanan akibat lampu pengatur tidak berfungsi.
Selain tingginya harga solar, Libanon juga menghadapi masalah karena pasokan bahan bakar untuk pembangkit listrik dari perusahaan Aljazair, Sonatrach, yang tiba pada Mei lalu dilaporkan tercemar atau dioplos. Akibatnya, mesin pembangkit listrik tidak bisa berfungsi secara maksimal.
Perdana Menteri Libanon, Hassan Diab, mengklaim persediaan bahan bakar di negaranya cukup hingga enam bulan mendatang. Akan tetapi, kinerja mesin pembangkit listrik tetap tidak maksimal.
Para pemilik generator perorangan menuduh pejabat Libanon menjual solar kepada pihak lain untuk menaikkan harga.
Kondisi itu diperparah dengan konflik antara milisi Syiah Hizbullah dan Israel di kawasan perbatasan.