Jakarta – Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menyatakan pemerintah Uni Emirat Arab (UEA) berkhianat karena melakukan normalisasi hubungan dengan Israel.
“UEA melakukan pengkhianatan terhadap dunia Islam, negara-negara kawasan, dan Palestina,” ujarnya, seperti yang dilansir dari Al-Monitor, Rabu (2/9).
Khamenei menyatakan bahwa perjanjian antara Israel dan UEA tidak akan bertahan lama tetapi akan kekal sebagai aib bagi UEA.
Teguran pedas itu adalah reaksi publik pertama yang dilontarkan pemimpin tertinggi Iran terhadap perjanjian tersebut, yang mendesak Israel untuk menghentikan rencana pencaplokan sebagian wilayah Tepi Barat.
Kesepakatan antara UEA-Israel memungkinkan keduanya menjalin kerja sama di berbagai bidang seperti ekonomi dan keamanan.
Kesepakatan yang ditengahi oleh Amerika Serikat itu menjadikan UEA sebagai negara Arab ketiga setelah Mesir dan Yordania yang mempunyai hubungan formal dengan Israel.
Keputusan pemerintah UEA memicu kemarahan beberapa kelompok di Palestina dan negara muslim lain, seperti Turki yang mengkritiknya sebagai sikap “tak termaafkan” dan “munafik”.
Pidato Khamenei itu juga dinilai sebagai peringatan kepada negara-negara Arab lainnya untuk tidak mengikuti langkah UEA.
Dia mencatat, kesepakatan itu akan membuka jalan bagi pengaruh Israel di wilayah tersebut dan dimaksudkan untuk “melupakan masalah Palestina”, yaitu tentang “sebuah negara yang direbut” oleh Israel. Khamenei juga membidik AS karena memfasilitasi perjanjian tersebut.
Khamenei turut mencibir menantu sekaligus penasihat Presiden Donald Trump, Jared Kushner, yang dikenal karena hubungan dekatnya dengan para pejabat Israel.
Menurut Khamenei, UEA memutuskan untuk bekerja sama dengan Israel dan “elemen kotor di Amerika Serikat, termasuk orang Yahudi di keluarga Trump… yang semuanya bertindak untuk melawan kepentingan dunia Islam”.
Khamenei berharap bahwa para petinggi UEA segera sadar dan menebus apa perbuatan yang dilakukan.
Selain itu, kesepakatan UEA-Israel juga menghancurkan harapan untuk meredakan ketegangan dengan Abu Dhabi.
Selama bertahun-tahun, hubungan antara kedua negara memburuk akibat perang di Yaman, di mana UEA adalah sekutu Arab Saudi yang memerangi milisi Houthi yang didukung Iran.
Tahun lalu, ketegangan diperburuk setelah dugaan keterlibatan Iran dalam ledakan yang menargetkan UEA di Teluk Persia. Namun, kekhawatiran bersama terkait virus corona dan terutama pengiriman bantuan medis UEA untuk membantu Iran melawan pandemi, secara bertahap telah menghidupkan kembali harapan tentang meredakan ketegangan.
Meski demikian, menurut perspektif Iran, pemulihan hubungan UEA-Israel bertentangan dengan prinsip utama kebijakan luar negeri Iran yang menolak mengakui Israel.
Iran berulang kali mengklaim bahwa apa yang dicari Palestina adalah kemerdekaan yang harus diputuskan melalui referendum.
Iran juga berulang kali mengancam akan menghancurkan Israel. Namun, para pejabat Iran, termasuk Khamenei, sudah berusaha menangkis tuduhan anti-Semitisme.
Pada 2005, Presiden Iran saat itu, Mahmoud Ahmadinejad menyerukan agar Israel “dihapus dari peta”. Komentar bernada menghasut itu pun memicu reaksi balik yang belum pernah terjadi sebelumnya dan menempatkan pejabat Iran lainnya dalam posisi yang canggung.