BANDA ACEH- Guna menuntut percepatan proses pembukaan blokade kampus, sejumlah mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Teungku Dirundeng Meulaboh melakukan audiensi hingga ke tingkat provinsi.
Audiensi tersebut merupakan aksi lanjutan, setelah sebelumnya pihak mahasiswa juga melakukan upaya serupa di tingkat kabupaten. untuk membantu menghilangkan palang (blokade) akses jalan masuk kampus tersebut.
Ketua Lembaga Pers Mahasiswa, Zulfan Marlian menyampaikan, sebelumnya mahasiswa STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh sudah beraudiensi dengan pemerintah daerah Aceh Barat dan beberapa lembaga terkait, namun hingga saat ini belum ada tanda-tanda akan dibukanya palang blokade kampus.
Zulfan menjelaskan, gerakan itu merupakan inisiatif mahasiswa yang merasa telah banyak dirugikan dalam mendapatkan hak-hak pendidikan.
“Saya menyayangkan sikap pemerintah yang sangat lambat dalam menangani kasus ini. Terkesan hanya mementingkan beberapa pihak saja dan mengabaikan pendidikan yang seharusnya diutamakan,” cetus Zulfan Marlian.
Di Banda Aceh, mahasiswa STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh mengunjungi kantor Gubernur Aceh. Di sana mereka diterima Kabag Pemerintahan Umum, Afifuddin, SH, MH.
Pada audiensi tersebut, mahasiswa menyampaikan keinginan mereka agar dapat masuk ke kampus, menempati dan memakai gedung untuk proses perkuliahan.
Afifudin mengatakan, dari pihak gubernur telah menyerahkan masalah tersebut kepada Dinas Pertanahan untuk dipelajari dan hasilnya berdasarkan keputusan dari mereka.
Terkait masalah ini, Dinas Pertanahan Aceh melakukan koordinasi dengan Dinas Pertanahan yang ada di Aceh Barat tentang bagaimana status tanah tersebut yang terdapat Lembaga Pendidikan untuk putra putri Aceh Barat.
Selanjutnya mahasiswa STAIN Teungku Dirundeng mengunjungi Dinas Pertanahan Aceh. Dalam pertemuan tersebut, Kepala Bidang Penanganan Masalah, Pembinaan dan Penyuluhan Pertanahan, M. Nizwar, SH, MH menjelaskan saat ini kasus tersebut sedang berada di Mahkamah Agung dan masih dalam proses.
“Ada gerakan dari Pemda Aceh Barat dan pembentukan tim-tim baru untuk menyelesaikan masalah ini,” kata Nizwar.
Selain mengunjungi kantor Gubernur Aceh dan Dinas Pertanahan Aceh, pada Kamis, 08 April 2021 mahasiswa STAIN Teungku Dirundeng juga berkunjung ke kantor Polda Aceh. Namun mereka tidak berjumpa dengan Kapolda karena ada agenda lain.
Selanjutnya, mahasiswa STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh juga bersilaturahmi dengan Kejaksaan Agung Tinggi, diterima oleh Kasubsi Penkum, Siara Nedi, S. H, pada tanggal 09 April 2021.
Dalam pertemuan tersebut Siara Nedi menyampaikan, jika masih ada upaya hukum, pihak mana pun tidak bisa melakukan pemalangan terhadap objek tersebut. Setelah adanya inkracht yang berhak memalang adalah pihak Panitera.
“Seharusnya Muspida di kabupaten melakukan mediasi karena ini tujuannya untuk pendidikan sambil menunggu hasil putusan,” ucap Siara Nedi.
Ia juga menyarankan agar mahasiswa melakukan audiensi ke pihak Kejaksaan Negeri di Meulaboh dengan didampingi pihak kampus.
Secara hukum pemblokiran akses masuk kampus STAIN dianggap salah dan terkesan negara tidak memperhatikan pendidikan di Aceh Barat, sehingga mahasiswa merasa dirugikan.
“Saya berharap, pemerintah daerah segera memproses pembukaan pemblokiran pintu akses masuk kampus, sehingga mahasiswa bisa menjalankan proses pendidikan yang lebih layak sembari menunggu proses hukum yang sedang berjalan,” ujar Sidiq perwakilan mahasiswa STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh.
Menurutnya dalam menyelesaikan permasalahan sengketa lahan STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh, dibutuhkan komitmen dan kerjasama, tidak bisa hanya dilakukan oleh satu instansi saja.
Sementara itu perwakilan mahasiswa lainnya, Khairul Azmi, yang juga ketua Sanggar Seni Intan Payong STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh, menyayangkan sikap Kepala Bidang Penanganan Masalah, Pembinaan dan Penyuluhan Pertanahan yang tidak terbuka dalam menyampaikan informasi.
“Dari amatan kami saat pertemuan dengan Kepala Bidang Penanganan Masalah, Pembinaan dan Penyuluhan Pertanahan, terkesan ada informasi yang disembunyikan.
Maya Sartika selaku PJ Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) mengatakan, mahasiswa hanya memperjuangkan hak memperoleh pendidikan yang layak.[]