JANTHO – Mantan Ketua DPRK Aceh Besar, Saifuddin Daud atau Teungku Juah, menilai Pemerintah Aceh Besar di bawah kepemimpinan Muhammad Iswanto selaku penjabat bupati, dinilai kurang memberi dampak pembangunan dan kemajuan bagi daerah.
Teungku Juah meminta Kemendagri untuk menunjuk sosok baru yang bisa merangkul semua kalangan untuk kemajuan di Aceh Besar.
Hal ini diungkapkannya kepada wartawan, Minggu 9 Juli 2023.
“Sebaiknya mendagri menunjuk Pj baru yang mampu merangkul semua kalangan masyarakat Aceh Besar karena Aceh Besar ini luas dari kaki Seulawah hingga kaki Geureutei,” ujar Teungku Juah.
Kata dia, demikian juga disiplin tupoksi pengawai harus dimaksimalkan agar realisasi anggaran terserap sesuai tenggat waktu.
“Ini saya dengar terkait dana pokir dewan saja tebang pilih dicairkan, ini tidak baik bagi jalannya pemerintahan, karena kunci keberhasilan pemerintahan itu antara eksekutif dan legislatif harus bersinergi kompak dan harmonis. Dan dana Pokir itu bukan milik dewan, tapi itu untuk pembangunan milik masyarakat Aceh Besar secara kolektif,” ujarnya.
“Berhentilah melakukan One Man Show, karena PJ itu bukan bupati yang dipilih oleh akyat, dan semestinya kinerja yang harus ditonjolkan adalah kinerja hebat pemeritahan bukan kinerja individual. Pj bupati ditunjuk oleh Pemerintah Pusat dengan berbagai aspek pertimbangan, melihat kinerja Iswanto setahun belakangan ini sudah tidak layak dipertahankan atau lanjutkan sebagai PJ karena DPRK sudah memboikot laporan LPJ dalam beberapa waktu yang lalu, sebagai mantan anggota dewan saya menilai ini reseden buruk dalam komunikasi pemerintahan.”
“Bagaimana dia mau bekerja untuk masyarakat Aceh esar dengan Sekda tidak bisa bersinergi, konon lagi dengan DPRK. Ini maindset kelola anggaran yang mementingkan kepentingan kelompok daripada kepentingan masyarakat Aceh Besar secara luas. Barometernya apa? Jika yang bersangkutan bersinergi dengan Sekda secara apik otomatis sekda menolak diusul oleh DPRK sebagai calon PJ,” ujarnya.
“Aceh Besar sudah mundur selangkah dari kabupaten lain, hutang sudah menjadi beban daerah akibat salah kelola manajemen pemerintahan. Sebagai mantan Ketua DPRK, saya menyayangkan hal ini bisa terjadi karena Aceh Besar. 23 kecamatan bukan hanya satu kecamatan jadi membutuhkan keseimbangan untuk mewujudkan kesejahtraan dan pemerataan pembangunan dan dalam menghadapi tahun politik dalam pemilihan umum tentu menyerap anggaran yang tidak sedikit, tapi PJ kedepan harus berpikir keras bagaimana melobi pemerintah pusat dan kementrian untuk surplus dana dalam berbagai program.”
“Bila anggaran yang tersisa dikelola secara tidak profesional, dimana kita review tidak profesional ya dari hasil audit BPK, masalah aset pemerintah, ada aset digunakan oleh yang tidak berhak. Urusan cuma publikasi dan foto foto pun pakek mobil dinas, padahal bukan orang dinas, dan bukan kepentingan dinas, ini kan lucu dan ganjil. Dan bahkan ada persoalan kelebihan pembayaran paket kegiatan proyek, target PAD yang tidak tercapai. Ya kesimpulan dari saya, Iswanto sudah sepantasnya diganti dengan sosok PJ yang lebih komunikatif dan akomatif terhadap kepentingan non partisan kelompok atau group. Karena Aceh Besar adalah kabupaten penopang provinsi jangan salah urus, yang sudah ada sekarang terhutang, jangan sampai kolaps,” ujar dia lagi.