Oleh: Zulkhairi. Penulis adalah mahasiswa UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Prodi Pengembangan Masyarakat Islam, Fakultas Dakwah Dan Komunikasi.
Kesenian merupakan wujud budaya dalam kehidupan sosial kultural sehingga keberadaannya tetap terjaga dengan baik. Karena kesenian merupakan sarana untuk mengekspresikan keindahan dari jiwa manusia. Jadi kesenian itu bisa digunakan untuk menjaga norma serta adat istiadat masyarakat supaya tidak lekang oleh waktu.
Maka dari itu biasanya kesenian dijadikan sebagai simbol budaya. Misalnya seperti tari rateb meuseukat yang berkaitan dengan unsur budaya Aceh. Kesenian yang mana tariannya diiringi dengan busana dan riasan ini bisa memperlihatkan identitas budaya yang memiliki makna tersendiri.
Tarian Rateb meuseukat diciptakan oleh Teuku Muhammad Thaib, seorang ulama yang memimpin pusat pendidikan agama yang terdapat di Gampung Rumoh Baro desa Medang Ara kecamatan Blang Pidie kabupaten Aceh Selatan. Nama Gampong Rumoh Baro tersebut kemudian diubah menjadi desa Medang Ara, beliau pernah belajar di samudra pasai dan kemudian meneruskan pendidikannya ke Baghdad.
Disana beliau menjumpai Ibnu Maskawaihi dan belajar padanya tentang pengetahuan agama Islam serta pengetahuan lainnya termasuk seni sebagai salah satu media dakwah. Namun, seiring dengan berjalannya waktu tarian ini mulai berkembang dan mulai dikenal oleh masyarakat luas.
Dulunya, tarian adat masyarakat ini untuk menghindari kejenuhan belajar, dimainkan sesudah selesai mengaji pelajaran agama malam hari, dan juga hal ini tidak terlepas sebagai media dakwah tentang nilai-nilai ajaran Islam. Mereka mengajarkan agama dengan cara meratib yang mereka sebut “Ratib Meuseukat” seperti yang dilakukan oleh Ulama Ibnu Maskawaihi, dalam gerak dan lagu yang sederhana namun sangat menarik. Maka para santri yang telah menyelesaikan pelajarannya disana kembali ke tempat asal masing-masing dan disana mereka mengembangkan agama islam dengan menggunakan Ratib Meuseukat sebagai salah satu metode dakwahnya.
Tarian rateb meuseukat ini merupakan sebuah tarian kreasi yang berpola tradisional.Tari rateb meuseukat biasanya ditampilkan oleh para penari wanita. Jumlah penari tersebut terdiri dari 12 orang penari dan 1 orang penyair, biasanya disesuaikan dengan kelompok atau sanggar masing-masing. Saat pertunjukan, penari berpakaian tradisional serta dihias dengan hiasan dan tata rias yang membuatnya terlihat cantik. Dalam pertunjukannya, tari rateb meuseukat biasanya diawali dengan gerakan seperti tarian Aceh pada umumnya, Yaitu menari dengan posisi duduk sambil menepuk dada dan paha.
Dalam perkembangannya, tari rateb meuseukat ini masih terus dilestarikan dan dikembangkan sampai saat ini. Berbagai kreasi dan variasi dalam segi gerak, kostum dan pengiring juga sering ditampilkan di setiap pertunjukannya agar terlihat lebih menarik namun, tidak menghilangkan ciri khas dan keasliannya. Ketika pertunjukannya, iringan musik tari rateb meuseukat berupa rapai menjadi alat musik yang digunakan untuk melengkapinya. Alat musik rapai ini termasuk jenis perkusi yang cara memainkannya adalah dengan dipukul.
Pola tangan yang dilakukan oleh para penari tidak jauh berbeda dengan tari saman. Gerakan tangannya berupa menepuk-nepukan tangan ke bagian dada sembari menjentikkan jari dan menggelengkan kepala. Semua penari ketika dalam posisi duduk, sesekali akan berdiri menggunakan lutut mereka, serta akan membungkukan badan. Sedangkan untuk jumlah penari dalam tari ini selalu genap, minimal akan dibawakan oleh 12 orang penari. Pola dari gerakan tangan ini akan mengikuti lantunan irama tabuhan musik pengiring. Biasanya para penari akan melantunkan syair dan membalas syair yang dilantunkan oleh penyair. Namun, di dalam beberapa adegan, para penonton akan dikejutkan dengan teriakan melengking dari penari sebagai salah satu ciri khas tarian rateb meuseukat dari Aceh ini.
Tari rateb meuseukat ini juga masih sering ditampilkan di berbagai acara seperti acara penyambutan, acara perayaan dan acara adat lainnya. Selain itu, tari ini juga sering ditampilkan di berbagai acara budaya seperti pertunjukan seni, dan festival budaya. Hal ini dilakukan sebagai usaha melestarikan dan memperkenalkan kepada generasi muda serta masyarakat luas akan tari rateb meuseukat ini.Tujuan utamanya adalah untuk menunjukan karakteristik wanita Aceh yang dikenal sangat kompak satu sama lain, pemberani dan semangat pantang menyerah. Melalui ragam gerakan yang diiringi oleh irama musik serta adanya teriakan yang meledak-ledak mempunyai makna sebagai bentuk ekspresi dan tekad kuat para wanita.
Makna tari rateb meuseukat yang berasal dari Aceh ini juga menggambarkan rasa syukur, bentuk puji-pujian dan zikir kepada Tuhan Yang Maha Esa. Banyak orang yang menganggap tari saman dan rateb meuseukat sama saja, padahal faktanya perbedaan diantaranya keduanya cukup terlihat jelas.
Walaupun keduanya bukan jenis tari berpasangan, namun perbedaan tari rateb meuseukat dan tari saman adalah terletak pada pembawaannya.
Di dalam tarian ini sangat menonjolkan rasa kekompakan, sopan santun, keagamaan, kepahlawanan dan kebersamaan. Dari semua aspek inilah yang jika dipadukan secara rapi dan baik membuat para penonton terpukau.
Daftar Pustaka
Kusmayati, H. A, M. (2002). Seni Pertunjukkan. Jakarta: PT. Aku Bisa.
Muryanto.(2019). Mengenal Seni Tari Indonesia. Jawa Tengah: ALPRIN.
Dengan penjelasan yang rapi dan pemilihan bahasa yang bagus, sangat mudah dimengerti. Semangat penulis muda100%