Oleh Suci Amara. Penulis adalah mahasiswi UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Program Studi Ilmu Politik.
Dalam konteks gender yang menghadapi tantangan yang kompleks, terutama ketika dikaitkan dengan interseksionalitas, inklusif, dan pemberdayaan perempuan. Sementara itu, peran anak muda sebagai agen perubahan menjadi faktor kunci yang belum sepenuhnya tereksplorasi. Anak muda Aceh memiliki potensi besar seperti Gen Z untuk menjadi agen perubahan karna kerelawanan nya tinggi.
Namun, minimnya ruang partisipasi membuat mereka mengalalmi kerentanan terhadap ketidakadilan sosial dan ekonomi. Generasi muda harus didorong untuk terlibat dalam diskusi-diskusi dan di beri akses-akses yang bersangkutan dengan anak muda yang menjadi bagian dari solusi dari isu gender dan keadilan sosial di Aceh, peluang bagi anak muda untuk terlibat bisa dimulai dengan membangun platform komunitas, baik online maupun offline, yang mendukung dialog tentang kesetaraan gender ataupun dengan menulis untuk mewakili hal tersebut bukan hanya sebagai simbol namun juga berpartisipasi.
Pendidikan adalah alat paling ampuh untuk membangun kesadaran tentang pentingnya kesetaraan gender. Di Aceh, sistem pendidikan harus memperhatikan integrasi nilai-nilai kesetaraan dalam kurikulum. Pendidikan berbasis gender bukan hanya soal mengajarkan teori, tetapi juga melibatkan diskusi kritis tentang peran gender, hak asasi manusia, dan dampak diskriminasi.Anak muda harus didorong untuk melihat bahwa isu gender bukan hanya masalah perempuan, tetapi juga masalah bersama yang memengaruhi seluruh masyarakat. Kesetaraan gender akan membawa manfaat kolektif, seperti peningkatan kesejahteraan ekonomi, stabilitas sosial, dan pembangunan yang lebih inklusif.
Penting untuk melihat isu ini melalui lensa interseksionalitas, interseksionalitas mengungkap bagaimana berbagai identitas sosial, seperti gender, kelas sosial, agama, dan etnis, saling beririsan dan menciptakan bentuk ketidakadilan yang begitu beragam. Perempuan di pedesaan Aceh, misalnya, menghadapi tantangan berbeda dibandingkan perempuan di perkotaan. Tanpa pendekatan inklusif yang memperhatikan keragaman ini, upaya menuju kesetaraan gender akan tetap parsial, Pendidikan berbasis gender di sekolah dan universitas juga perlu diperkuat agar anak muda lebih peka terhadap isu ini. Anak muda Aceh juga dapat berperan dalam mendukung gerakan perempuan dengan memperjuangkan kesetaraan, termasuk dalam mendobrak stigma sosial yang masih melekat.
Inklusi sosial dan pendekatan interseksionalitas untuk mencapai kesetaraan gender di Aceh. Gender bukan hanya soal perbedaan biologis, tetapi juga tentang peran yang dibentuk oleh konstruksi sosial, yang sering menciptakan diskriminasi berlapis terhadap perempuan, anak muda, disabilitas, dan minoritas. Budaya patriarki dan stereotip gender menjadi hambatan utama dalam memberikan akses yang setara bagi kelompok ini. Pendekatan seperti Gender Equality, Disability, and Social Inclusion (GEDSI) menekankan pentingnya afirmasi bagi kelompok rentan, memastikan akses dan partisipasi bermakna. Anak muda, khususnya, memiliki potensi besar sebagai agen perubahan dengan nilai kerelawanan yang tinggi. Mereka perlu didukung untuk aktif dalam advokasi berbasis komunitas dan pembangunan yang lebih inklusif. Pemerintah, masyarakat sipil, dan generasi muda memiliki tanggung jawab bersama untuk menciptakan kebijakan dan ruang-ruang yang memungkinkan setiap individu berkontribusi tanpa diskriminasi.
Anak muda Aceh dapat menjadi sekutu dalam mendukung gerakan perempuan dengan cara aktif mendobrak stigma sosial yang masih melekat. Misalnya, mereka dapat melawan stereotip bahwa perempuan hanya pantas bekerja di sektor domestik atau bahwa laki-laki tidak boleh menunjukkan kelembutan atau empati nya.
Gerakan ini membutuhkan dukungan lintas gender; anak muda laki-laki perlu diajak untuk menjadi mitra yang memahami pentingnya kesetaraan dan mendukung perempuan dalam ruang publik. Partisipasi anak muda dalam mendukung kebijakan berbasis kesetaraan gender juga sangat penting. Mereka dapat terlibat dalam advokasi, kampanye publik, atau program pemberdayaan yang dirancang untuk memperkuat posisi perempuan. Dukungan ini akan menciptakan sinergi antara generasi muda dan gerakan perempuan, mempercepat tercapainya perubahan sosial menuju kesetaraan gender yang inklusif dalam peran interseksionalitas dalam pemberdayaan. []