Oleh Syahrul Mubaraq. Penulis adalah mahasiswa USK asal Pidie Jaya.
KEABSAHAN Bendera Bulan Bintang sebagai bendera Aceh saat ini kian membuat masyarakat di Aceh kebigungan. Di Aceh, Bulan Bintang sebagai bendera Aceh telah diqanunkan dan dilembar-Aceh-kan pada 2012 lalu. Namun konon, di sisi lain,qanun ini telah dibatalkan oleh Kemendagri semasa dijabat oleh almarhum Tjahjo Kumolo.
Sementara pemerintah Aceh, terutama legislative di DPR Aceh dan elit Partai Aceh, mengatakan bulan bintang telah sah menjadi bendera Aceh. Artinya, sah dan legal dikibarkan di Aceh.
Perbedaan narasi dan sudut pandang inilah yang membuat warga di Aceh kebingungan.
Beberapa fakta di lapangan, kantor DPR Aceh sendiri telah memiliki dua tiang bendera. Salah satu tiangnya, rencananya bakal diperuntukan untuk pengibaran bendera Bulan Bintang dalam setiap upacara di sana
Namun, dalam catatan media, tiang tersebut sejak dibuat hingga sekarang, belum pernah dikibarkan bulan bintang sejak resmi oleh secretariat maupun legislative yang berkantor di sana.
Artinya, DPR Aceh sendiri sebagai orang yang memproduksi qanun di Aceh juga belum benar-benar yakin kalau Bulan Bintang sudah sah berkibar di Aceh. Tapi di sisi lain, legislative Aceh justru mendorong masyarakat untuk mengibarkan bulan bintang.
Sikap kontra inilah yang akhirnya membuat masyarakat menganggap keberadaan bulan bintang tak lebih dari ‘komoditi’ politik semata.
Keberadaan bendera bulan bintang yang dulunya dianggap sacral kini berubah menjadi komoditi politik kepentingan.
Kemudian di musim kampanye, baik Pileg maupun pilkada 2024 di Aceh, keberadaan bulan bintang juga sempat terlihat dan berkibar di Aceh, terutama daerah basis Partai Aceh, seperti Bireuen, Aceh Utara dan Aceh Timur.
Keberadaan Bulan Bintang juga seperti legal dimasa kampanye. Bahkan kampanye yang diawasi oleh personil kepolisian sekalipun seperti yang terjadi di Geumpang Payong, Kabupaten Bireuen, beberapa waktu lalu.
Keberadaan Bulan Bintang semasa kampanye memberi asumsi kepada masyarakat bahwa sebenarnya secara hukum kalau bendera ini legal dikibarkan.
Sayangnya, statemen ketua KPA Mualem Muzakir Manaf di media massa, pada 3 Desember 2024 atau kemarin, yang menghimbau agar tak ada yang mengibarkan Bendera Bulan Bintang saat milad GAM ke 48 tahun, kembali menimbulkan kebigungan public di Aceh terkait status hukum bendera tersebut. Sudah sah atau belum sebegai bendera Aceh.
Sikap politis inilah yang seharusnya perlu kejelasan dari penguasa di Aceh.
Para elit politik perlu menyampaikan yang sebenarnya kepada masyarakat di Aceh. Jangan sampai masyarakat menganggap bahwa bendera hanya komoditi politik semata dari para elit.
Cuma bisa berkibar saat kampanye dan kemudian ditolak dalam momen penting di Aceh. Salah satunya seperti saat milad 4 Desember seperti sekarang.