Oleh: Dr. Safwan, S. Pd.I, M. Ag. Penulis adalah mantan wakil Ketua Internal BADKO HMI Aceh, Dan Wakil Sekretaris Bidang KAHMI Aceh.
Himpunan Mahasiswa Islam merupakan organisasi kader yang berlatar belakang Mahasiswa, Berarti dibalik pemaknaan tersebut memiliki konsentrasi beban Intelektualitas pada keder HMI itu sendiri, di setiap derap aktivitas, segala tindakan organisasi akan selalu memiliki kesesuaian dengan plat form perkaderan, untuk terus membentuk kader HMI sesuai tujuan.
Di era kontemporer saat ini, revitalisasi tradisi kader HMI dalam penguatan intelektual harus terus di lakukan untuk menjawab tantangan pengembangan sumber daya organisasi juga sebagai ikhtiar untuk menjawab tantangan sosio cultural yang terus berkembang di republik ini.
Sebagai organisasi mahasiswa, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dalam usahanya untuk mewujudkan pola perkaderan dalam membentuk profil kader yakni insan intelektual muslim, profesional harus konsekuen.
Oleh karena itu, seluruh aktivitas organisasi mesti menjadi media bagi pengembangan potensi dalam rangka mencapai tujuan HMI. Yakni “Terbinanya Insan Akademis, Pencipta, Pengabdi, Yang bernafaskan Islam dan Bertanggung Jawab Atas Terwujudnya Masyarakat Adil Makmur Yang Diridhoi Allah Subhanallah Wata’ala”. (lihat mission HMI pasal 4 AD HMI).
Menjadi kewajaran sejarah bahwa HMI ingin menampilkan kader-kader terbaik yang memiliki keseimbangan antara iman sebagai dasar berpijak dalam melakukan seluruh aktifitasnya, sementara ilmu pengetahuan atau profesionalitas akademisnya sebagai sarana penerjemahan nilai-nilai ajaran islam ke dalam kehidupan nyata dan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (lihat usaha HMI).
HMI adalah organisasi besar, organisasi tertua di Indonesia (5 Februari 1947), kaya pengalaman, pencetak para raksasa intelektual, banyak anggota dan alumni dan sebagainya. Namun keadaan itu tidak membuat kader HMI pasif dan hanya membanggakan, justeru harus selalu melakukan pemguatan-penguatan keilmuan secara akademis untuk memposisikan kembali kader HMI yang benarnya
Tradisi intelektual dan akademik tak terpisahkan dari kehidupan di lingkup kader HMI Istilah intelektual biasanya ditunjukkan kepada orang yang menggunakan kecerdasannya untuk bekerja, belajar, membayangkan, menggagas atau menyoal dan menjawab persoalan tentang berbagai gagasan. Merujuk pada istilah modern ‘intelektual’ adalah mereka yang amat terlibat dalam ide-ide dan buku-buku
Kader HMI adalah masyarakat dan aktifis ilmiah yang beraktifitas di lingkungan ilmiah, berpikir ilmiah dan sekaligus kaum Intelektual dan akademis. Kaum Intelektual (Intellectual free thinkers) adalah kaum “pemikir yang tercerahkan”. Lingkup Organisasi ilmiah, Intelektual dan akademis adalah adalah bagian yang tak terpisahkan.
Seorang akademis menemukan kenyataan, sedangkan seorang intelektual menemukan kebenaran. Ilmuwan menampilkan fakta sebagaimana adanya. Ilmuwan bersikap netral dalam menjalankan pekerjaannya, Intelektual harus melibatkan diri pada ideologi.
sejarah sudah mencatat bahwa peradaban dibentuk hanya oleh kaum intelektual. Seorang intelektual bukan hanya membaca, menulis dan berdiskusi, akan tetapi mampu memberikan konsep ideal atas permasalahan-permasalahan yang ada untuk kemasalatan umat.
Seiring berjalannya waktu, Tradisi intelektual sudah jarang kita temukan pada Keder HMI Saat ini, padahal HMI merupakan penghasil intelektual kini telah luntur dengan sikap apatis. Para kader sibuk dengan kenyamanan mereka sendiri tak peduli apakah mereka sedang tertindas ataupun tidak.
Melihat permasalahan dalam dunia intelektual pada kader HMI perlu rasanya untuk merevitalisasi kembali Tradisi intelektual di Organisasi HMI agar bangsa ini memiliki peradaban yang baik, karna sebuah peradaban suatu bangsa ditentukan oleh para intelektual yang dimilikinya. Semakin banyak kaum intelektual semakin berkembang juga peradaban tersebut.
Sebagai sebuah Organisasi kemahasiswaan yang dibangun oleh kaum intelektual terdahulu, untuk kemaslahatan keummatan, keislaman dan keindonesiaan.
Tradisi intelektual ini bisa dimulai dari pengkajian akan ilmu yang diperoleh forum diskusi, forum-forum Training sebagai proses belajar mengajar dan tidak hanya berakhir di forum diskusi tetapi juga berkesinambungan terus hingga disimpulkan kembali di dalam kajian-kajian berikutnya.
Idealnya, perkembangan Organisasi HMI identik dengan sebuah metamorphosis yang kontinyu. Frasa metamorphosis yang kontinyu ini merujuk pada perubahan menuju kemajuan atau kesempurnaan secara terus menerus. HMI sepertinya mengkingkari kesejatiannya untuk terus berkembang sepanjang zaman.
Atas dasar itulah, Tradisi intelektual dan akademik harus tercipta dan berjalan di Organiasi HMI di Indonesia untuk melakukan perubahan dan perbaikan yang mengarah kepada terjadinya peningkatan kualitas kader. Baik secara kualitas intelektual, ataupun dari segi karakter kader HMI dan kualitas pengkaderan yang dihasilkannya
Organisasi HMI merupakan ladang tempat lahirnya kader-kader intelektual. Sehingga disinilah nilai-nilai positif seperti jujur, cerdas, peduli, tangguh, tanggung jawab, religius dan nilai positif lainnya bisa ditanamkan, terinternalisasi, dan menjadi sebuah budaya dalam upaya membangun tradisi intelektual.
Realitas yang lain, mengartikan Organisasi HMI sebagai tempat untuk beradu fashion, tempat trendi-trendian, tempat tebar pesona dan bermain cinta masa muda, dengan kesibukan yang seakan menegaskan gaya hidup baru yang dibentuk oleh modernisasi. Tidak heran jika banyak kader hanya datang ke sekretariat HMI duduk-duduk yang tidak menghasilkan sesuatu yang bermanfaat kemudian pulang.
Mereka lebih nyaman berlama-lama hang-out di mall, cafe menikmati indahnya dunia masa mahasiswa dengan semakin menyuburkan sikap hedonis dan konsumtif dalam jiwa mereka.
Realitas tersebut adalah cermin dari tumpukan cermin-cermin retak yang memantulkan permasalahan Organisasi HMI hari ini terkait dengan kader era kekinian, tak ubahnya sebagai pusat kebobrokan moral, elitism, anti kerakyatan, dan keummatan, kader HMI lupa bahwa Organisasi HMI adalah tempat yang memang dimaksudkan untuk kegiatan mengasah intelektual dan akademis, sehingga terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhai Allah SWT.