BANDA ACEH – Jumlah kasus anak yang terlibat dalam pelanggaran hukum di Provinsi Aceh masih cukup tinggi. Tercatat hingga Juli tahun 2019 saja sudah ada 277 anak yang harus berhadapan dengan putusan pengadilan itu.
“Dinas Sosial Aceh mencatat jumlah anak yang berhadapan dengan hukum yang didampingi oleh sakti Peksos di 23 kabupaten/kota pada tahun 2018 berjumlah 456 anak dan pada tahun 2019 sampai 6 Juli tercatat 277 anak. Sementara tahun 2018 ada 79 anak ABH mendapat layanan di LPKS Aneuk Meutuah dan sampai dengan bulan Juli tahun 2019 sudah 32 anak mendapat layanan di LPKS ,” ujar Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinsos Aceh Isnandar, Sabtu 24 Agustus 2019.
Hal itu disampaikannya pada Bimbingan Teknis (BIMTEK) Advokasi Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS) kepada para pejabat Dinas Sosial Kabupaten/Kota di seluruh Aceh di Grand Arabia Hotel, Banda Aceh.
Menurut Isnandar, untuk menjaga generasi penerus, maka penting bagi pemerintah untuk memberikan perhatian kepada anak yang membutuhkan perlindungan khusus.
“Kami menyadari banyak tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan pemenuhan layanan ini, namun saya yakin dengan adanya kerjasama yang kita bangun antara pemerintah pusat dan pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota hal ini akan dapat teruwujud,” harapnya.
Sementara itu, Sekretaris Dinas Sosial Aceh Devi Riansyah yang bertindak sebagai salah satu narasumber dalam Bimtek menguraikan jumlah anak yang sudah dibina di LPKS Aneuk Meutuwah meliputi tahun 2017 berjumlah 77 anak, 55 pelaku, 6 korban serta 11 saksi. Kemudian tahun 2018 berjumlah 79 anak. 56 pelaku, 9 korban serta 14 saksi, disamping itu tahun 2019 hingga bulan Juli kemarin berjumlah 32 anak, 22 pelaku, 3 korban dan 7 saksi.
“Kita berharap ke depan, kesadaran para orang tua dalam mendidik anaknya harus jauh lebih baik, mengingat, untuk mengurangi jumlah anak yang bermasalah dengan hukum. Maka perhatian dan keterlibatan para orang/wali sangat iubutuhkan. Di samping hadirnya pemerintah bagi anak-anak yang punya kebutuhan khusus,” jelasnya.
Ketua Panitia BIMTEK, Rita Mayasari mengatakan, kegiatan tersebut dilakukan mengingat pemerintah RI melalui Undang-undang nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah mengamanatkan pembagian kewenangan dimasing-masing tingkat pemerintahan dimulai dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi atau pemerintah Kabupaten/Kota.
“Salah satu hal yang diatur dalam undang-undang nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah mengenai kebijakan teknis pelaksanaan program rehabilitas sosial. Disebutkan, pelaksanaan rehabilitas sosial telah dibagi sesuai dengan kewenangan masing-masing daerah, salah satunya adalah berkaitan dengan rehabilitas Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) sudah menjadi pemerintah kabupaten/kota,” tutup Rita.