Jakarta – KPU akhirnya menetapkan 136 anggota DPD RI dari di 34 provinsi. Tiap provinsi memiliki jumlah perwakilan yang sama, yaitu 4 orang. Salah satunya Evi Apita Maya, senator dari NTB, yang sempat membuat heboh karena dituding ‘kelewat cantik’.
“Penetapan dilakukan setelah KPU menindaklanjuti melaksanakan putusan MK,” kata Ketua KPU Arief Budiman di kantor KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Sabtu (31/8/2019).
Salah satu yang ditetapkan adalah Evi. Siapakah dia? Dalam Pemilu 17 April 2019, calon anggota DPD dari NTB diikuti 47 orang. Berdasarkan keputusan KPU NTB, berikut ini peringkat 4 teratas:
- Evi Apita Maya sebanyak 283.868 suara.
- Achmad Sukisman Azmy sebanyak 268.766 suara.
- TGH Ibnu Halil sebanyak 245.570 suara.
- Lalu Suhaimi Ismy sebanyak 207.345 suara.
Mengantongi suara terbanyak tidak membuat Evi tenang. Sebab, Wakil Ketua DPD Prof Dr Farouk Muhammad tidak terima dengan kemenangan Evi. Sebab, dalam pesta demokrasi itu, Farouk Muhammad hanya duduk di kursi kelima dan mengumpulkan suara sebanyak 188.687 suara. Gugatan pun dilayangkan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Dalam pelanggaran administrasi ini dilakukan satu tindakan berlaku tidak jujur bahwa calon anggota DPD RI dengan nomor urut 26 atas nama Evi Apita Maya diduga telah melakukan manipulasi atau melakukan pengeditan terhadap pasfoto di luar batas kewajaran. Ini akan dibuktikan dengan keterangan ahli, Yang Mulia,” kata kuasa hukum Farouk, Happy Hayati Helmi.
Dalam gugatannya itu, Farouk meminta MK mencoret kemenangan Evi serta Lalu Suhaimi sehingga ia masuk 4 besar dan bisa kembali duduk di Senayan.
“Menetapkan perolehan suara Pemohon atas nama Prof. Farouk Muhammad dengan Nomor Urut 27 dengan perolehan suara sejumlah 188.687 sebagai peringkat ke 3 perolehan suara Calon Anggota DPD-RI pada Daerah Pemilihan Nusa Tenggara Barat,” ujar Happy.
Menghadapi gugatan itu, Evi berjiwa besar. Ia langsung menghadapinya dan menjelaskan kepada majelis MK apa yang sebenarnya terjadi. Ia mengaku tuduhan fotonya di baliho saat kampanye yang dinilai kelewat cantik tidak mendasar. Buktinya, ia berhasil meraup suara terbesar.
“Di sini kita perbedaan suara antara yang penggugat itu sangat jauh. Saya sendiri dengan penggugat itu 98 ribu (selisih suara) hampir 100 ribu suara bedanya. Jadi yang digugat itu ditemukan suara katanya saya menggelembungkan 700 suara, kan enggak signifikan. Biarpun saya diduga sampai 70 ribu suara juga nggak bisa menggantikan saya gitu,” kata Evi.
Harapan Evi pun terwujud pada Jumat (9/8) ketika MK menolak gugatan Farouk. MK menilai gugatan Farouk tak beralasan menurut hukum serta tak disertai bukti yang kuat.
“Amar putusan mengadili dalam eksepsi menolak eksepsi termohon, pihak terkiat satu dan pihak terkait dua. Dalam pokok permohonan, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar Hakim Ketua Anwar Usman saat membacakan amar putusan PHPU dalam sidang di gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (9/8/2019).
Mendengar putusan itu, Evi menangis dan bersyukur jalannya menjadi senator sah dan tak terbantahkan. Sambil menangis, Evi mengucapkan syukur atas putusan tersebut.
“Alhamdulillah, bersyukur pada Allah pada Jumat barokah ini keadilan itu sudah terwujud. Apa pun putusan tadi, saya pikir itulah putusan yang seadil-adilnya,” ujar Evi setelah mendengarkan putusan.
Evi berterima kasih kepada masyarakat karena telah mengamanahkan dan memilihnya dalam pemilihan DPD di NTB. Selanjutnya dia mengatakan akan langsung bekerja untuk masyarakat.
“Langkah selanjutnya, pertama, izinkan saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak, kepada masyarakat NTB yang telah mendoakan dan mengamanahkan ini kepada saya,” kata Evi.