BANDA ACEH – Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Aceh bersama Teather Mae dan Ceudahate Group menggelar Pertunjukan Drama Kolosal, dan Malam Anugerah Seni Warisan Budaya Tak Benda 2019, Sabtu, 30 November 2019 (malam ini) di Indoor Taman Budaya, Banda Aceh.
Kegiatan yang diprakarsai oleh Ceudahate ini, Nurul Wahyuni selaku panitia pelaksana menyampaikan, pementasan tunggal kolosal Aceh ini bertujuan untuk rekonsiliasi hati, serta sarana hiburan dan rekreasi bagi pemerhati seni dan masyarakat Aceh.
“Juga memberikan motivasi pengunjung untuk mengambil langkah kongkrit yang bermanfaat dalam mempelajari kesenian,” kata Nurul, yang diwawancarai saat tengah melakukan persiapan menjelang acara nanti malam.
Nurul menjelaskan, rekonsiliasi hati sebuah kesempatan untuk menata ulang hati agar mampu berdamai dengan diri sendiri karena itulah hakikat perdamaian sejati.
Aceh dengan retas sejarahnya menyisakan kesedihan, dendam, ketakutan, kehilangan, dan sakit hati, namun perjalanan sejarah harus terus berlanjut.
Rekonsiliasi hati mengisahkan perjalanan sejarah dimulai dari awal Kerajaan Aceh berdiri, kemudian masa keemasan diera Sultan Iskandar Muda diakhiri oleh Sultan Muhammad Dawood Syah, dimana Aceh tak kan pernah bisa ditaklukkan.
Sejarah perjuangan terus berlanjut dari masa ke masa hingga perjuangan dilanjutkan oleh Tgk. Chik Ditiro Muhammad Saman sebagai Wali Nanggroe. Hingga Tsunami, Aceh luluh lantak lagi dan dunia menyahuti dengan solidaritas kemanusiaan berbagai bangsa.
Post tsunami dihadang dengan modernitas yang membutuhkan sikap bijak untuk menanggapinya karena generasi bangsa mestilah produktif.
Berbagai kesedihan yg timbul akibat perang, selalu menyisakan keretakan hati.
“Mari kita tata ulang kembali hati yg berkeping, karena sejarah harus terus berlanjut dan kebudayaan tak boleh mati,” tuturnya.
Drama kolosal yang akan ditampilkan oleh Teather Mae itu, disutradarai oleh Mustika Permana.
“Kalau ide ceritanya, ini ide cerita dari kak dek na, fajri, dan tomi,” ujarnya.
Seperti diketahui, drama kolosal adalah drama yang dimainkan dengan sejumlah pemain yang banyak. Ukuran lot dalam hal ini tidak memiliki angka pasti. Tapi setidaknya, tidak seperti drama pada umumnya.
“Misalnya, untuk menggambarkan suasan perang, drama kolosal menunjukkan jumlah pasukan dalam perang seperti dalam perang nyata, yang memerlukan sekitar lebih dari lima puluh orang dan lain-lainnya,” jelas Nurul.
Lanjutnya, selain pertunjukan drama kolosal, juga menyediakan makanan khas Simeulue, yaitu Memek Simeulue serta makanan Gutel.
“Juga akan dihibur oleh silat pelintau Aceh Tamiang, serta Tari Sining, dan juga akan dihibur oleh Tangke Band,” tutupnya.[]